Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Bullying dan Siswa

Bullying atau intimidasi (pelecehan secara fisik dan mental) yang sering dialami anak/siswa, dilihat dari kasusnya, baik cyber bullying/online atau pun dalam pergaulan umum di sekolah.
Di USA, dalam suatu penelitian selama Triwulan pada siswa SMA, sekitar seperempat dari siswa SMA diintimidasi (bullying) sekurangnya sekali selama tahun ajaran 2008-2009, dan sekitar 7 persen diintimidasi secara online oleh siswa lain, menurut data yang baru dirilis Senin (22 Agustus 2011) oleh National Center for Education statistics (NCES) US.
Dari data tersebut, sangat mengkhawatirkan, 4,1 persen siswa usia 12-18 yang diintimidasi (sekitar 289.000 siswa yang dilaporkan membawa pistol, pisau, atau senjata lain ke sekolah), 7,4 persen siswa yang diintimidasi online dilaporkan membawa senjata ke sekolah.

Pada bulan Oktober 2010, Departemen Pendidikan mengirim surat ke sekolah-sekolah umum dan universitas guna menyoroti pentingnya waspada terhadap bullying.
"Bullying menumbuhkan rasa ketakutan yang lama dan tidak ada saling menghargai lagi," kata surat itu. Ini mengingatkan penulis bahwa mereka diminta untuk merespon intimidasi yang mungkin dimotivasi oleh orientasi seksual atau ras. Menurut laporan itu, sekolah dapat mengupayakan pada kombinasi penjaga keamanan dan kamera, pengawasan staf, dan disertakan dalam peraturan (kode etik) langkah-langkah anti-intimidasi terhadap siswa/mahasiswa untuk mencegah bullying.

Secara umum, sekitar 5 persen dari siswa SMA dilaporkan terancam dan 6,6 persen secara fisik diintimidasi seperti didorong, disandung, atau diludahi. Kebanyakan bullying terjadi di lorong sekolah, tangga, atau di dalam kelas. Dan beberapa kasus, siswa diintimidasi di kamar mandi, ruang ganti, kantin sekolah, atau bus sekolah.
Siswa yang lebih muda lebih mungkin diganggu oleh seniornya. Sekitar 36 persen siswa SMP melaporkan diganggu, bandingkan dengan 25,8 persen siswa SMA.
Siswa SMA banyak yang menyembunyikan kasusnya (mendiamkan atau pasrah). Empat puluh empat persen dari pelajar SMP melaporkan dan memberitahu orang lain/dewasa saat di intimidasi; pada SD/sekolah dasar banyak yang memberitahu orang tua ketika kasusnya sudah lama berlalu.

Meskipun secara online, lebih sedikit adanya laporan siswa diintimidasi,tapi keseluruhannya banyak mempengaruhi siswa dalam perilaku di dunia nyata, seperti: 15 persen dari siswa yang telah diintimidasi secara online terlibat perkelahian fisik dan 17 persen menghindari berjalan atau masuk kebagian tertentu dari sekolah karena takut.
Paling banyak, korban cyber bullying mendapatkan informasi yang menyakitkan tentang mereka ( masalah pribadi/kelemahan yang disebar di Internet), menerima telpon/kiriman pesan yang tidak diinginkan saat online atau SMS.

Ahli keamanan Internet, Parry Aftab mengatakan bahwa meskipun banyak administrator Web merasa bahwa mereka tidak terlibat dengan virtual bullying yang mempengaruhi perilaku siswa, Mahkamah Agung memberikan beberapa pilihan kepada para Admin Web, dan memutuskan bahwa hak-hak Pertama dalam Amandemen siswa tidak berlaku jika tindakan-dalam hal ini cyber bullying-mengganggu lingkungan sekolah.
"Jika administrator memiliki kecurigaan yang nyata bahwa tindakan online akan memiliki efek langsung pada anak-anak di sekolah, mereka memiliki kewajiban untuk mengatur itu," katanya. "Jika siswa saling melakukan intimidasi/mendapat ancaman saat online, Anda sama saja mengganggu potensi mereka dalam pendidikan."

Sumber: Jason Koebler August 24, 2011
http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/

3 komentar:

  1. di negeri kitapun kasus bullying ini selalu terjadi , khususnya memang senior terhadap junior nya.
    sebaiknya ortu dan guru hrs bekerja sama utk menanggulangi nya ya Arya.
    apalagi kalau sampai bikin sang siswa ini tdk mau masuk sekolah atau mengalami trauma.
    kok ya bunda jd ingat kasus STPDN dulu ya.
    salam

    BalasHapus
  2. @bundadontworry:terimakasih Bunda, iya dinegeri sendiri banyak kasus serupa.
    PAda dasarnya manusia dimanapun akan sama saja ya bun...kecuali yang masih mau berpikir dengan akal sehatnya, baru dapat menyadari, bukan emosi ego yg menafikan semua...
    salam balik Bun :D

    BalasHapus
  3. Para guru dituntut lebih profesional untuk menjadi lebih baik lagi kang,.
    Zaman sekarang begitu banyak pelanggaran yang dilakukan,, entah siapa yang mau disalahkan,,
    padahal itu semua demi kebaikan mereka juga.yang penting masih di ambang batas kewajaran,.

    BalasHapus

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas