Setelah mengupas analisis kompetensi pengetahuan (KI-3 dan KD-3.1)dari ayat-ayat Al-Qura'an yang termuat dalam Q.S. Al-Anfal (8) : 72); Q.S. Al-Hujurat (49) : 12; dan QS Al-Hujurat (49): 10; Sekarang dilanjutkan penjabaran dan penerapannya dari beberapa hadits tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs),prasangka baik (husnuzzhan), dan persaudaraan (ukhuwah).
Siswa menganalisis hadits tentang pengendalian diri/kontrol diri (mujahadah an-nafs):
Fudlalah bin Ubaid meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
”Setiap orang yang mati ditutup (pahala) amalnya, kecuali orang yang (mati) dalam keadaan berjaga di jalan Allah; maka (pahala) amalnya dikembangkan hingga hari kiamat dan mendapatkan keamanan dari fitnah kubur.” Dan, saya juga mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya.”
(HR. Ahmad dalam Al-Musnad 6/20-22, Turmudzi 1612 dan redaksi di atas dari riwayat beliau. Dan,ia berkata Hadits ini Hasan Shahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Daud 2500, hingga lafal ”Fitnah kubur.” Muhaqqiq Jami’ul ushul mengatakan bahwa sanadnya baik 11/21).
Sumber:Materi mandiri guru (Pendidikan Agama Islam) kelas X-pengendalian diri.
Gambar:ridwansyahyusufachmad.com
Siswa menganalisis hadits tentang pengendalian diri/kontrol diri (mujahadah an-nafs):
Fudlalah bin Ubaid meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
”Setiap orang yang mati ditutup (pahala) amalnya, kecuali orang yang (mati) dalam keadaan berjaga di jalan Allah; maka (pahala) amalnya dikembangkan hingga hari kiamat dan mendapatkan keamanan dari fitnah kubur.” Dan, saya juga mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap jiwanya.”
(HR. Ahmad dalam Al-Musnad 6/20-22, Turmudzi 1612 dan redaksi di atas dari riwayat beliau. Dan,ia berkata Hadits ini Hasan Shahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Daud 2500, hingga lafal ”Fitnah kubur.” Muhaqqiq Jami’ul ushul mengatakan bahwa sanadnya baik 11/21).
Sabrah bin Abu Fakihah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Sesungguhnya syetan duduk di jalan-jalan yang dilalui manusia; ia mengganggu manusia di jalan Islam, ia berkata, ’Engkau masuk Islam, meninggalkan agamamu,agama ayahmu, dan agama nenek moyangmu?’
Maka manusia pun mendurhakainya dan masuk Islam. Kemudian ia duduk mengganggu di jalan hijrah; ia berkata, ’Engkau berhijrah meninggalkan tanah airmu. Padahal perumpamaan orang yang hijrah itu seperti kuda yang diikat dengan tali.’ Maka manusia pun mendurhakainya dan berhijrah.
Kemudian ia menggoda manusia di jalan jihad, ia berkata, ’Engkau berjihad, padahal jihad itu memberatkan jiwa dan harta; engkau berperang dan akan terbunuh, lantas istrimu dinikahi orang dan hartamu dibagi-bagi?’
Maka manusia pun mendurhakainya dan berjihad.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ’Siapa yang melakukan hal itu, maka ia Allah akan memasukkannya ke surga. Siapa yang terbunuh, maka Allah akan memasukkannyake surga. Apabila ia tenggelam, maka Allah akan memasukkannya ke surga, atau jika kendaraannya membawanya ke tempat jauh, maka Allah akan memasukkannya kesurga.”
(HR. An-Nasai 6/21 – 22 dalam bab Jihad. Muhaqqiq jami’ul ushul mengatakan(9/540-541) bahwa sanad Hadits ini Shahih.
Dianggap shahih oleh Ibnu Hibba serta dianggap hasan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah 3/64.3).
Anas radhiyallahu anhu berkata, ”Pamanku Anas bin Nadlor tidak ikut serta dalam perang Badr. Maka ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ’Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, saya tidak ikut serta dalam peperangan engkau yang pertama melawan kaum musyrikin.
Apabila Allah memberi kesempatan padaku untuk memerangi kaum musyrikin, maka Ia akan melihat apa yang akan aku perbuat.’ Ketika perang Uhud terjadi dan kaum muslimin terkalahkan, ia berdoa, ’Ya Allah, aku mohon ampun kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh mereka(kaum muslimin yang melarikan diri) dan aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh mereka (kaum musyrikin).’
Kemudian ia maju dan bertemu Sa’d binMu’adz, ia berkata, ’Wahai Sa’d, surga demi Tuhan Nadlor.
Sesungguhnya saya mencium baunya di balik Uhud.’ Sa’d berkata,
’Aku tidak mampu melakukan seperti apayang dilakukannya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam”.Anas radhiyallahu anhu berkata, ”Kami menjumpai delapan puluh lebih luka ditubuhnya, baik karena sabetan pedang, tusukan tombak, atau lemparan anak panah. Kami menjumpainya telah terbunuh dan tubuhnya dipotong-potong oleh kaum musyrikin. Sehingga tiada seorang pun yang mengenalinya, kecuali saudarinya melalui jari jemarinya”.Anas radhiyallahu anhu melanjutkan penuturannya, ”Kami beranggapan bahwa karena dia dan orang-orang sepertinyalah ayat berikut diturunkan, ”Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23).”
(HR. Bukhari, FathulBari 6/2805 dan Muslim 1903. Redaksi di atas dari riwayat Bukhari.4).
Rabi’ah bin Ka’b Al-Aslami radhiyallahu anhu berkata, ”Aku bermalam bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian aku membawakan air wudlu dan kebutuhan beliau. Beliau berkata kepadaku,’Ajukan permintaan!’ Aku pun berkata, ’Aku mohon bisa menemanimu di surga.’ Beliau bertanya, ’Apa ada selain itu?’ Aku menjawab, ’Hanya itu.’ Beliau bersabda Bantulah aku untuk kepentingan dirimu dengan memperbanyak sujud (shalat).’ (HR.Muslim 489(5.Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu anhu meriwayatkan.5
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat hingga dua telapak kaki beliau bengkak. Maka ditanyakan kepada beliau, ”Apakah engkau memaksakan seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” beliau menjawab, ”Tidakkah aku menjadi hamba yang sangat bersyukur?”
(Fathul Bari 1130dan Muslim 2819. Redaksi di atas dari riwayat Muslim).
HAL-HAL YANG PERLU DIKETAHUI MENGENAI JIHAD TERHADAP JIWA (Pengendalian diri)
Ibnu Jauzi berkata, ”Aku merenungkan jihad terhadap jiwa, maka aku memandang bahwa ia merupakan jihad yang paling agung. Aku memandang bahwa ada beberapa ulama dan ahli zuhud yang kurang memahami maknanya. Sebab di antara mereka ada yang memahami bahwa jihad terhadap jiwa adalah menahan jiwa dari segala keinginannya secara muthlak. Dan, anggapan tersebut salah karena dua aspek :
Pertama:
Terkadang orang yang mencegah syahwat dapat memperoleh kesenangan lebih sempurna dengan mencegahnya daripada memberinya. Misalnya ia mencegahnya dari yang mubah, hingga ia terkenal dengan sifat tersebut. Maka jiwanya puas dengan pencegahan itu,sebab mendapatkan pujian sebagai penggantinya. Bahkan yang lebih lembut dari itu adalah, bahwa sikapnya menahan jiwa itu menjadikannya memandang dirinya lebih utama dari orang lain yang belum mencegahnya. Dan, ini merupakan sifat tersembunyi yang membutuhkan pemahaman cermat untuk melepaskannya.
Kedua:
Kita diperintahkan untuk menjaga jiwa. Dan, di antara sebab terjaganya jiwa adalah kecenderungannya pada hal-hal yang dapat menjaga eksistensinya. Karena itu jiwa harus diberi hal-hal yang dapat menjaga eksistensinya. Di mana kebanyakannya, atau bahkan seluruhnya berasal hal-hal yang disukai jiwa.Kita hanyalah orang-orang diserahi untuk menjaga jiwa, sebab ia bukanlah milik kita. Ia hanyalah titipan yang diserahkan kepada kita. Maka menghalanginya mendapatkan haknya secara muthlak adalah berbahaya.Di samping itu, terkadang penahanan memberikan kenyamanan dan terkadang mempersempit jiwa merupakan cermin sikap menghindarkan diri darinya. Karena itu ia akan kesulitan menghindari tindakan-tindakan tersebut.
(Dalam hadits disebutkan, ”Sesungguhnya agama ini sangat kokoh, masuklah di dalamnya dengan lemah lembut. Sebab yang memaksakan diri tidak dapat melintasi bumi dan tidak menyisakan kendaraan.” HR. Bazzar 1/57 (74). Juga diriwayatkan oleh Al-Qudla’i dalam Musnad Asy-Syhab 2/184 (1147 – 1148) dari Jabir bin Abdullah. Lihat juga Al-Maqashid Al-Hasana hal. 391 (1403(Jihad terhadap jiwa itu seperti jihadnya orang sakit yang cerdas).
Ia berupaya memaksa jiwanya melakukan hal yang dibencinya, yaitu mengkonsumsi obat yang diharapkan dapatmenyembuhkannya. Namun di sela-sela pahitnya obat terdapat sedikit rasa manis. Ia pun mengkonsumsi makanan seukuran yang ditentukan oleh dokter dan tidak mungkin ia terbawa syahwatnya untuk memenuhi segala keinginannya, bahkan terkadang ia rela lapar.
Demikian juga mukmin yang berakal; ia tidak mungkin melepaskan kendali jiwanya dan juga mengikatnya kuat-kuat. Sesekali waktu ia melonggarkan kendali, tetapi tali kendali masih ada ditangannya. Karena itu, selama jiwa masih berada dalam kesungguhan, ia tidak akan mempersempitnya.
Apabila ia melihat jiwanya mulai condong, maka ia mengembalikannya dengan lembut. Tetapi jika jiwa itu merasa berat dan enggan, maka ia memaksanya.
Dalam hal rayuan, jiwa itu seperti seorang istri yang akalnya dibangun di atas kelemahan dan keterbatasan. Karenanya ia harus dirayu dengan nasihat saat membangkang. Jika tidak dapat dinasehati, maka dijauhi. Dan, jika masih juga tidak berubah, maka dipukul.
Cambuk pemberian sangsi tidak lebih bagus dari cambuk tekad. Hal-hal di atas adalah aspek aplikatif. Sedangkan dari aspek nasihat dan kritikan, maka setiap orang yang melihat jiwa tengah cenderung dan nyaman pada makhluk, serta melakukan akhlak-akhlak rendah, maka ia harus mengenalkan jiwa tersebut pada Penciptanya, dengan mengatakan,”Bukankah engkau (wahai jiwa) yang dinyatakan oleh Pencipta, ”Aku telah menciptakanmu dengan kedua tangan-Ku, memerintahkan malaikat untuk memberi penghormatan padamu, meridhaimu sebagai khalifah di bumi, memberikan pinjaman padamu, dan memberi darimu”?
Apabila jiwa menyombongkan diri, maka hendaknya dikatakan padanya, ”Bukankah engkau hanyalah setetes air yang hina; Kamu dapat terbunuh oleh sinar mentari dan merasa sakit disengat serangga”?
Apabila jiwa terlihat teledor, maka hendaknya dikenalkan dengan kewajiban-kewajiban hamba terhadap tuannya.Apabila jiwa terlihat lemah dalam beramal, maka hendaknya diberitahu mengenai pahala yang besar.
Apabila jiwa cenderung pada nafsu, maka hendaknya ditakuti dengan besarnya dosa, kemudian diingatkan dengan siksa indrawi yang dapat disegerakan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala.”Katakanlah, ’Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?’ perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami),kemudian mereka tetap berpaling (juga).” (Al-An’am: 46)
Sesungguhnya syetan duduk di jalan-jalan yang dilalui manusia; ia mengganggu manusia di jalan Islam, ia berkata, ’Engkau masuk Islam, meninggalkan agamamu,agama ayahmu, dan agama nenek moyangmu?’
Maka manusia pun mendurhakainya dan masuk Islam. Kemudian ia duduk mengganggu di jalan hijrah; ia berkata, ’Engkau berhijrah meninggalkan tanah airmu. Padahal perumpamaan orang yang hijrah itu seperti kuda yang diikat dengan tali.’ Maka manusia pun mendurhakainya dan berhijrah.
Kemudian ia menggoda manusia di jalan jihad, ia berkata, ’Engkau berjihad, padahal jihad itu memberatkan jiwa dan harta; engkau berperang dan akan terbunuh, lantas istrimu dinikahi orang dan hartamu dibagi-bagi?’
Maka manusia pun mendurhakainya dan berjihad.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ’Siapa yang melakukan hal itu, maka ia Allah akan memasukkannya ke surga. Siapa yang terbunuh, maka Allah akan memasukkannyake surga. Apabila ia tenggelam, maka Allah akan memasukkannya ke surga, atau jika kendaraannya membawanya ke tempat jauh, maka Allah akan memasukkannya kesurga.”
(HR. An-Nasai 6/21 – 22 dalam bab Jihad. Muhaqqiq jami’ul ushul mengatakan(9/540-541) bahwa sanad Hadits ini Shahih.
Dianggap shahih oleh Ibnu Hibba serta dianggap hasan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah 3/64.3).
Anas radhiyallahu anhu berkata, ”Pamanku Anas bin Nadlor tidak ikut serta dalam perang Badr. Maka ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ’Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, saya tidak ikut serta dalam peperangan engkau yang pertama melawan kaum musyrikin.
Apabila Allah memberi kesempatan padaku untuk memerangi kaum musyrikin, maka Ia akan melihat apa yang akan aku perbuat.’ Ketika perang Uhud terjadi dan kaum muslimin terkalahkan, ia berdoa, ’Ya Allah, aku mohon ampun kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh mereka(kaum muslimin yang melarikan diri) dan aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh mereka (kaum musyrikin).’
Kemudian ia maju dan bertemu Sa’d binMu’adz, ia berkata, ’Wahai Sa’d, surga demi Tuhan Nadlor.
Sesungguhnya saya mencium baunya di balik Uhud.’ Sa’d berkata,
’Aku tidak mampu melakukan seperti apayang dilakukannya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam”.Anas radhiyallahu anhu berkata, ”Kami menjumpai delapan puluh lebih luka ditubuhnya, baik karena sabetan pedang, tusukan tombak, atau lemparan anak panah. Kami menjumpainya telah terbunuh dan tubuhnya dipotong-potong oleh kaum musyrikin. Sehingga tiada seorang pun yang mengenalinya, kecuali saudarinya melalui jari jemarinya”.Anas radhiyallahu anhu melanjutkan penuturannya, ”Kami beranggapan bahwa karena dia dan orang-orang sepertinyalah ayat berikut diturunkan, ”Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya). (Al-Ahzab: 23).”
(HR. Bukhari, FathulBari 6/2805 dan Muslim 1903. Redaksi di atas dari riwayat Bukhari.4).
Rabi’ah bin Ka’b Al-Aslami radhiyallahu anhu berkata, ”Aku bermalam bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian aku membawakan air wudlu dan kebutuhan beliau. Beliau berkata kepadaku,’Ajukan permintaan!’ Aku pun berkata, ’Aku mohon bisa menemanimu di surga.’ Beliau bertanya, ’Apa ada selain itu?’ Aku menjawab, ’Hanya itu.’ Beliau bersabda Bantulah aku untuk kepentingan dirimu dengan memperbanyak sujud (shalat).’ (HR.Muslim 489(5.Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu anhu meriwayatkan.5
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat hingga dua telapak kaki beliau bengkak. Maka ditanyakan kepada beliau, ”Apakah engkau memaksakan seperti ini, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” beliau menjawab, ”Tidakkah aku menjadi hamba yang sangat bersyukur?”
(Fathul Bari 1130dan Muslim 2819. Redaksi di atas dari riwayat Muslim).
HAL-HAL YANG PERLU DIKETAHUI MENGENAI JIHAD TERHADAP JIWA (Pengendalian diri)
Ibnu Jauzi berkata, ”Aku merenungkan jihad terhadap jiwa, maka aku memandang bahwa ia merupakan jihad yang paling agung. Aku memandang bahwa ada beberapa ulama dan ahli zuhud yang kurang memahami maknanya. Sebab di antara mereka ada yang memahami bahwa jihad terhadap jiwa adalah menahan jiwa dari segala keinginannya secara muthlak. Dan, anggapan tersebut salah karena dua aspek :
Pertama:
Terkadang orang yang mencegah syahwat dapat memperoleh kesenangan lebih sempurna dengan mencegahnya daripada memberinya. Misalnya ia mencegahnya dari yang mubah, hingga ia terkenal dengan sifat tersebut. Maka jiwanya puas dengan pencegahan itu,sebab mendapatkan pujian sebagai penggantinya. Bahkan yang lebih lembut dari itu adalah, bahwa sikapnya menahan jiwa itu menjadikannya memandang dirinya lebih utama dari orang lain yang belum mencegahnya. Dan, ini merupakan sifat tersembunyi yang membutuhkan pemahaman cermat untuk melepaskannya.
Kedua:
Kita diperintahkan untuk menjaga jiwa. Dan, di antara sebab terjaganya jiwa adalah kecenderungannya pada hal-hal yang dapat menjaga eksistensinya. Karena itu jiwa harus diberi hal-hal yang dapat menjaga eksistensinya. Di mana kebanyakannya, atau bahkan seluruhnya berasal hal-hal yang disukai jiwa.Kita hanyalah orang-orang diserahi untuk menjaga jiwa, sebab ia bukanlah milik kita. Ia hanyalah titipan yang diserahkan kepada kita. Maka menghalanginya mendapatkan haknya secara muthlak adalah berbahaya.Di samping itu, terkadang penahanan memberikan kenyamanan dan terkadang mempersempit jiwa merupakan cermin sikap menghindarkan diri darinya. Karena itu ia akan kesulitan menghindari tindakan-tindakan tersebut.
(Dalam hadits disebutkan, ”Sesungguhnya agama ini sangat kokoh, masuklah di dalamnya dengan lemah lembut. Sebab yang memaksakan diri tidak dapat melintasi bumi dan tidak menyisakan kendaraan.” HR. Bazzar 1/57 (74). Juga diriwayatkan oleh Al-Qudla’i dalam Musnad Asy-Syhab 2/184 (1147 – 1148) dari Jabir bin Abdullah. Lihat juga Al-Maqashid Al-Hasana hal. 391 (1403(Jihad terhadap jiwa itu seperti jihadnya orang sakit yang cerdas).
Ia berupaya memaksa jiwanya melakukan hal yang dibencinya, yaitu mengkonsumsi obat yang diharapkan dapatmenyembuhkannya. Namun di sela-sela pahitnya obat terdapat sedikit rasa manis. Ia pun mengkonsumsi makanan seukuran yang ditentukan oleh dokter dan tidak mungkin ia terbawa syahwatnya untuk memenuhi segala keinginannya, bahkan terkadang ia rela lapar.
Demikian juga mukmin yang berakal; ia tidak mungkin melepaskan kendali jiwanya dan juga mengikatnya kuat-kuat. Sesekali waktu ia melonggarkan kendali, tetapi tali kendali masih ada ditangannya. Karena itu, selama jiwa masih berada dalam kesungguhan, ia tidak akan mempersempitnya.
Apabila ia melihat jiwanya mulai condong, maka ia mengembalikannya dengan lembut. Tetapi jika jiwa itu merasa berat dan enggan, maka ia memaksanya.
Dalam hal rayuan, jiwa itu seperti seorang istri yang akalnya dibangun di atas kelemahan dan keterbatasan. Karenanya ia harus dirayu dengan nasihat saat membangkang. Jika tidak dapat dinasehati, maka dijauhi. Dan, jika masih juga tidak berubah, maka dipukul.
Cambuk pemberian sangsi tidak lebih bagus dari cambuk tekad. Hal-hal di atas adalah aspek aplikatif. Sedangkan dari aspek nasihat dan kritikan, maka setiap orang yang melihat jiwa tengah cenderung dan nyaman pada makhluk, serta melakukan akhlak-akhlak rendah, maka ia harus mengenalkan jiwa tersebut pada Penciptanya, dengan mengatakan,”Bukankah engkau (wahai jiwa) yang dinyatakan oleh Pencipta, ”Aku telah menciptakanmu dengan kedua tangan-Ku, memerintahkan malaikat untuk memberi penghormatan padamu, meridhaimu sebagai khalifah di bumi, memberikan pinjaman padamu, dan memberi darimu”?
Apabila jiwa menyombongkan diri, maka hendaknya dikatakan padanya, ”Bukankah engkau hanyalah setetes air yang hina; Kamu dapat terbunuh oleh sinar mentari dan merasa sakit disengat serangga”?
Apabila jiwa terlihat teledor, maka hendaknya dikenalkan dengan kewajiban-kewajiban hamba terhadap tuannya.Apabila jiwa terlihat lemah dalam beramal, maka hendaknya diberitahu mengenai pahala yang besar.
Apabila jiwa cenderung pada nafsu, maka hendaknya ditakuti dengan besarnya dosa, kemudian diingatkan dengan siksa indrawi yang dapat disegerakan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala.”Katakanlah, ’Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah Tuhan selain Allah yang Kuasa mengembalikannya kepadamu?’ perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami),kemudian mereka tetap berpaling (juga).” (Al-An’am: 46)
Sumber:Materi mandiri guru (Pendidikan Agama Islam) kelas X-pengendalian diri.
Gambar:ridwansyahyusufachmad.com
sekarang materinya tentang berjihad dan pngendalian diri .....
BalasHapusartikelnya skrng sudah untuk beribadah
semoga ini pun menjadi berkah
Hapussetan akan selalu ada dan mengganggu ya pak
BalasHapusmusuh yang nyata dan faktual
HapusOh.
BalasHapus