Pendidikan yang ideal adalah yang memiliki balance antara intelektual, emosional, dan spiritual. Jika diperlebar, maka bukan hanya terfokus kepada yang di didik (murid/pelajar) saja, melainkan contoh baik juga terlebih dahulu dipupuk kepada siapa yang mendidik (guru). Apalah artinya jika konsep yang telah ditata bagus dalam sebuah kurikulum pendidikan, tetapi orang-orang yang menjalankannya memberikan image jelek pada pendidikan tersebut, dengan kata lain, para guru juga harus terdidik dan berusaha menjadi figure baik pada anak didiknya.
Konsep Pendidikan ideal harus berpijak pada pengembangan keutuhan seseorang peserta didik agar muncul self-realisationnya dengan baik. Sangat tidak bijaksana ketika kegiatan pend. justru hanya menekankan sisi kecerdasan intelektual semata-mata. Sedangkan Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (Sidi 2001) bahwa IQ seseorang hanya menyumbang 20% dari kesuksesan seseorang, sedangkan 80 % sisanya ditentukan oleh faktor lain (kecedasan intelektual dan kecerdasan emosional.
Pend. ideal adalah yang mampu menyeimbangkan domain-domain tersebut sehingga lahirlah masyarakat peradaban (civilize culture society) atau meminjam istilah Inkeles masyarakat modern (modern society) atau lebih populernya biasa kita sebut civil society. Bentuk masyarakat seperti ini tidak mungkin akan ada tanpa lahirnya generasi yang well educated.
Pendidikan tidak hanya dititik beratkan pada satu sisi kecerdasan saja serta ada beberapa faktor atau komponen yang harus di perhatikan dalam mewujudkan pend.yang ideal tersebut diantaranya :
a.Kurikulum yang adaptable ( berkesesuaian )
Berkaitan dengan persoalan kurikulum, Hilda Taba (1962) dalam bukunya “ Curriculum Development: Theory and Practice
” berpendapat bahwa pengembangan kurikulum hendaknya bersifat rasional dan ilmiah yang penentuannya harus beralaskan elemen-elemen valid berbasis realita yang diantaranya berasal dari tradisi dan budaya, tuntutan sosial, dan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum ilmiah harus merujuk pada analisis masyarakat dan budaya, telaah mengenai peserta didik dan proses belajar, serta ciri khusus bangunan epistemology ilmu pengetahuan tertentu agar dapat ditentukan tujuan institusional dan ciri kurikulumnya. Kurikulum berbasis kompetensi hendaknya mampu menyodorkan fakta-fakta mengenai problem kehidupan social (lazim disebut “problem posing”). Hal ini bermakna bahwa subjek didik diajak untuk memasuki arena “problem solving” dimana siswa mampu berimajinasi untuk memecahkan masalah yang dia temukan. Lebih penting dari itu adalah penguatan nilai-nilai budaya dan agama agar subjek didik tidak terjerumus dalam budaya hedonis, meterialistik dan serba mengagungkan Barat sebagai sistem hidup dan bertingkah laku.
b.Pendidik yang ability upgraded ( memiliki kemampuan terbaharui ) Secanggih apapun kurikulum disusun, namun keterampilan pendidik (guru) dalam menyampaikan kurikulum tidak pernah dipantau dan di upgrade, maka akan sia-sialah kurikulum tersebut. Guru memegang peranan yang sangat penting dalam mentransfer kandungan kurikulum. Jika kondisi guru yang tidak qualified terus saja dibiarkan, maka alih-alih mengitrodusir domain life skills, yang akan terjadi adalah subjek didik tidak mampu menyerap dan mengaplikasikan pesan-pesan kurikulum karena fakor pendidik yang tidak qualified. Malangnya, kualifikasi guru yang tidak sesuai dengan bidang studi yang diajarkan masih menjadi kenyataan buram yang menimpa pendidikan kita. Di samping itu juga guru tidak memahami pengkondisian pembelajaran melalui strategi hidden curriculum (kurikulum tersembunyi). Di mana nilai-nilai kejujuran, kesalehan, kedisiplinan dan lain-lain lebih ditekankan pada aspek praktis daripada teoritis dan pesan-pesan moral di dalam ruangan kelas.
Melihat peranan penting yang mainkan oleh guru maka mereka dituntut untuk memahami pendekatan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu suatu pendekatan subjek didik (student centered approached). Intinya, pendidik memainkan peranan sebagai stabilisator, dinamisator, dan motivator serta menjadi contoh tauladan dalam proses interaksi dengan subjek didik. Kegiatan kelas bersifat demokratif, eksploratif dan inofatif. Masing-masing individu dalam kelas dihargai sama dan memiliki hak yang sama. Sebagaimana yang dilihat oleh Durkheim, dimana fungsi pendidikan bertujuan untuk menciptakan homogenitas masyarakat, “ Society can survive only if there exists among its members a sufficient degree of homogeneity, education perpetuates and reinforces this homogeneity by fixing in the child, from the beginning, the essential similarities that collective demands”
(1956 :70 in May, 1994 :12). Namun kurikulum ini dituntut lebih. Dengan demikian kurikulum yang berbasis kompetensi tidak menghendaki penjejalan teori dan penekanan hanya pada ruang kognitif subjek didik. mampu membangkitkan dan memberdayakan seluruh domain subjek didik baik dari kognitif, efektif, dan psikomotorik.
c. Subjek didik/ anak didik Anak adalah manusia yang belum dewasa dan membutuhkan bantuan, dorongan atau semangat, seperti tanaman membutuhkan matahari dan air supaya tetap hidup. Sayangnya hal yang sangat dibutuhkan tersebut sedikit sekali yang bisa diperoleh anak disebabkan tindakan kita terhadap mereka sering bersifat menghambat sehingga memberi reaksi perlawanan ( Dreikurs dan Cassel, 1974:49) Anak adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi yang ada pada diri anak ibarat bahan baku ( raw material ) yang belum siap pakai. Untuk menjadi siap pakai ( manufacture ), maka dalam proses potensi tersebut membutuhkan penanganan yang layak. Oleh karena itu orang tua maupun pendidik perlu menciptakan situasi dan kondisi kondusif yang memungkinkan potensi yang dimiliki anak baik dari segi kognitif, efektif, dan psikomotorik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam Quantum Teaching kunci atau the key agar potensi anak menjadi maksimal adalah membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Studi-studi menunjukkan bahwa siswa/ anak didik lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah serta mereka mempunyai suara dalam pembuatan keputusan. Dengan kondisi seperti itu, para siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran ( Walberg, 1997).
d. Peranan masyarakat ( termasuk orang tua dan para ahli ) Salah satu upaya konkret untuk mendongkrak mutu pendidikan adalah dengan penguatan partisipasi masyarakat, dengan mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Partisipasi masyarakat itu dinilai penting, karena merupakan salah satu realisasi dari esensi demokrasi berkeadilan. Hal tersebut bermakna bahwa selain masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, juga melekat kewajiban untuk ikut serta mengadakannya baik dalam menyediakan dana untuk pengadaan, pengembangan dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan maupun kepakaran atau keahlian yang diperlukan dalam penyusunan program serta implementasinya.
e.Lingkungan dan sekolah yang ideal Lingkungan terutama keluarga yang merupakan faktor pendukung utama dalam pembentukan karakter anak, juga karena keluarga adalah tempat pendidikan pertama sebelum anak itu berada di sekolah. Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan, itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil / output yang sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu sekolah yang ideal itu seyogyanya harus diwujudkan .
Dari kelima penjelasan tersebut diatas dapat dipastikan bahwa pendidikan terutama pendidikan yang ideal dalam prosesnya terwujud dalam pola interaksi antar komponennya. Dengan keterkaitan satu sama lainnya maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan tercapai.
Sumber:Mustopa Zain
Gambar:http://www.thehindu.com/education/
Konsep Pendidikan ideal harus berpijak pada pengembangan keutuhan seseorang peserta didik agar muncul self-realisationnya dengan baik. Sangat tidak bijaksana ketika kegiatan pend. justru hanya menekankan sisi kecerdasan intelektual semata-mata. Sedangkan Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (Sidi 2001) bahwa IQ seseorang hanya menyumbang 20% dari kesuksesan seseorang, sedangkan 80 % sisanya ditentukan oleh faktor lain (kecedasan intelektual dan kecerdasan emosional.
Pend. ideal adalah yang mampu menyeimbangkan domain-domain tersebut sehingga lahirlah masyarakat peradaban (civilize culture society) atau meminjam istilah Inkeles masyarakat modern (modern society) atau lebih populernya biasa kita sebut civil society. Bentuk masyarakat seperti ini tidak mungkin akan ada tanpa lahirnya generasi yang well educated.
Pendidikan tidak hanya dititik beratkan pada satu sisi kecerdasan saja serta ada beberapa faktor atau komponen yang harus di perhatikan dalam mewujudkan pend.yang ideal tersebut diantaranya :
a.Kurikulum yang adaptable ( berkesesuaian )
Berkaitan dengan persoalan kurikulum, Hilda Taba (1962) dalam bukunya “ Curriculum Development: Theory and Practice
” berpendapat bahwa pengembangan kurikulum hendaknya bersifat rasional dan ilmiah yang penentuannya harus beralaskan elemen-elemen valid berbasis realita yang diantaranya berasal dari tradisi dan budaya, tuntutan sosial, dan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum ilmiah harus merujuk pada analisis masyarakat dan budaya, telaah mengenai peserta didik dan proses belajar, serta ciri khusus bangunan epistemology ilmu pengetahuan tertentu agar dapat ditentukan tujuan institusional dan ciri kurikulumnya. Kurikulum berbasis kompetensi hendaknya mampu menyodorkan fakta-fakta mengenai problem kehidupan social (lazim disebut “problem posing”). Hal ini bermakna bahwa subjek didik diajak untuk memasuki arena “problem solving” dimana siswa mampu berimajinasi untuk memecahkan masalah yang dia temukan. Lebih penting dari itu adalah penguatan nilai-nilai budaya dan agama agar subjek didik tidak terjerumus dalam budaya hedonis, meterialistik dan serba mengagungkan Barat sebagai sistem hidup dan bertingkah laku.
b.Pendidik yang ability upgraded ( memiliki kemampuan terbaharui ) Secanggih apapun kurikulum disusun, namun keterampilan pendidik (guru) dalam menyampaikan kurikulum tidak pernah dipantau dan di upgrade, maka akan sia-sialah kurikulum tersebut. Guru memegang peranan yang sangat penting dalam mentransfer kandungan kurikulum. Jika kondisi guru yang tidak qualified terus saja dibiarkan, maka alih-alih mengitrodusir domain life skills, yang akan terjadi adalah subjek didik tidak mampu menyerap dan mengaplikasikan pesan-pesan kurikulum karena fakor pendidik yang tidak qualified. Malangnya, kualifikasi guru yang tidak sesuai dengan bidang studi yang diajarkan masih menjadi kenyataan buram yang menimpa pendidikan kita. Di samping itu juga guru tidak memahami pengkondisian pembelajaran melalui strategi hidden curriculum (kurikulum tersembunyi). Di mana nilai-nilai kejujuran, kesalehan, kedisiplinan dan lain-lain lebih ditekankan pada aspek praktis daripada teoritis dan pesan-pesan moral di dalam ruangan kelas.
Melihat peranan penting yang mainkan oleh guru maka mereka dituntut untuk memahami pendekatan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu suatu pendekatan subjek didik (student centered approached). Intinya, pendidik memainkan peranan sebagai stabilisator, dinamisator, dan motivator serta menjadi contoh tauladan dalam proses interaksi dengan subjek didik. Kegiatan kelas bersifat demokratif, eksploratif dan inofatif. Masing-masing individu dalam kelas dihargai sama dan memiliki hak yang sama. Sebagaimana yang dilihat oleh Durkheim, dimana fungsi pendidikan bertujuan untuk menciptakan homogenitas masyarakat, “ Society can survive only if there exists among its members a sufficient degree of homogeneity, education perpetuates and reinforces this homogeneity by fixing in the child, from the beginning, the essential similarities that collective demands”
(1956 :70 in May, 1994 :12). Namun kurikulum ini dituntut lebih. Dengan demikian kurikulum yang berbasis kompetensi tidak menghendaki penjejalan teori dan penekanan hanya pada ruang kognitif subjek didik. mampu membangkitkan dan memberdayakan seluruh domain subjek didik baik dari kognitif, efektif, dan psikomotorik.
c. Subjek didik/ anak didik Anak adalah manusia yang belum dewasa dan membutuhkan bantuan, dorongan atau semangat, seperti tanaman membutuhkan matahari dan air supaya tetap hidup. Sayangnya hal yang sangat dibutuhkan tersebut sedikit sekali yang bisa diperoleh anak disebabkan tindakan kita terhadap mereka sering bersifat menghambat sehingga memberi reaksi perlawanan ( Dreikurs dan Cassel, 1974:49) Anak adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi yang ada pada diri anak ibarat bahan baku ( raw material ) yang belum siap pakai. Untuk menjadi siap pakai ( manufacture ), maka dalam proses potensi tersebut membutuhkan penanganan yang layak. Oleh karena itu orang tua maupun pendidik perlu menciptakan situasi dan kondisi kondusif yang memungkinkan potensi yang dimiliki anak baik dari segi kognitif, efektif, dan psikomotorik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam Quantum Teaching kunci atau the key agar potensi anak menjadi maksimal adalah membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Studi-studi menunjukkan bahwa siswa/ anak didik lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah serta mereka mempunyai suara dalam pembuatan keputusan. Dengan kondisi seperti itu, para siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran ( Walberg, 1997).
d. Peranan masyarakat ( termasuk orang tua dan para ahli ) Salah satu upaya konkret untuk mendongkrak mutu pendidikan adalah dengan penguatan partisipasi masyarakat, dengan mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Partisipasi masyarakat itu dinilai penting, karena merupakan salah satu realisasi dari esensi demokrasi berkeadilan. Hal tersebut bermakna bahwa selain masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, juga melekat kewajiban untuk ikut serta mengadakannya baik dalam menyediakan dana untuk pengadaan, pengembangan dan/atau pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan maupun kepakaran atau keahlian yang diperlukan dalam penyusunan program serta implementasinya.
e.Lingkungan dan sekolah yang ideal Lingkungan terutama keluarga yang merupakan faktor pendukung utama dalam pembentukan karakter anak, juga karena keluarga adalah tempat pendidikan pertama sebelum anak itu berada di sekolah. Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan, itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil / output yang sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu sekolah yang ideal itu seyogyanya harus diwujudkan .
Dari kelima penjelasan tersebut diatas dapat dipastikan bahwa pendidikan terutama pendidikan yang ideal dalam prosesnya terwujud dalam pola interaksi antar komponennya. Dengan keterkaitan satu sama lainnya maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan tercapai.
Sumber:Mustopa Zain
Gambar:http://www.thehindu.com/education/
jadi bisa dibilang kurikulum yang sekarang belum ideal ya.
BalasHapusmasalah ideal....sering terkendala pada tahap implementasinya, sedang untuk konsep jelas sudah dibuat sebagus mungkin.
HapusSelain itu untuk mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi dan -ini yang penting- perkembangan cara berpikir dan perilaku manusia, karena kebudayaan mengikuti dan sering kali menjadi negatif.
Pembaharuan Kurikulum dalam action memang mutlak dilakukan.
.. waduch,, kayaknya para guru harus wajib baca nich ..
BalasHapusmereka pada tau semua ....kok.. o__-O
HapusMustopa Zain, Hmm...
BalasHapussaudaraan..??.. o__O
HapusIya nih baru update lagi he he.. Buat para guru ayo terus berjuang.. Ciptakan generasi muda yang pintar dan bermoral.
BalasHapusitu kurikulum 2013 ya?
BalasHapusberkunjung pak guru
terimakasih.
konsep yang jelas dan bagus harus didukung oleh SDM yang sesuai ya pak
BalasHapusbahan masukan bagus buat skripsi saya. trimakasih pak :)
BalasHapusijin bookmark dulu om . . . .
BalasHapusterimakasih bro buat informasinya.. mantab deh bro..
BalasHapusSalam izin repost artikelnya, mohon maaf bebrapa untuk menjadi rujukan. Terima kasih.
BalasHapusBlog Pendidikan