Paham keranda mati, senila paham tentang perjuangan hidup, yang dibalut ideologi theologi, menutupi akan dendam kelompok turunan, kepentingan sesaat, kepentingan mulut dalam bersilat. dan banyak lagi kepentingan yang hanya dari satu sisi, yaitu paham keranda mati.
Sebuah keranda
mengapung
dalam lautan manusia
dalam gemuruh do'a
seperti sungai
yang tak putus putus
mengalir
ke hilir
ke akhir
sepenggal puisi Zai Lawanglangit " Prasasti Kematian "
Ia pergi berguru pada kelompok yang terbuang berjubah lunglai, putih diluar dan ada kotoran sedikit di dua lubang dibawah perut.
Ia belajar pada orang-orang bersorban putih yang menutupi, hitam didahi dan debu di kepala.
Kemudian ia mencicip asinnya pengalaman, dan merasa sudah paham akan asinnya samudera lautan.
Ia pergi ke dapur. Diambilnya sebilah belati, ia keluar, tenang ia tantang pandangan angin. Hatinya tersenyum, masuk.
Kumandang Azan memanggil waktu Jum'at, ketika Khotib selesai...
Laksana babi, ia mengamuk dengan belati, menari kesana kesini...beberapa perut terburai...usus keluar panik.
Di dekatinya sang Imam, dan ia tikamkan belati itu kedalam dada, berkali.
Orang tua itu rebah, darahnya menutupi lingkaran spiral merah, kuning, biru, hijau di permadani. Lama ia memandang mata mayat nanar itu, seluruh peralihan sinarnya, dari bening hingga redup seperti susu keruh, disaksikannya. Akhirnya, ia pun menusuk diri....dari sisi kiri, digerakannya merobek sampai kanan perut, cepat.
Seperti gemuruh ombak meruntuhkan dinding batu, jatuh runtuh...tidak menggelepar. Hanya tersisa seringai gigi...entah senyum atau sinis.
Bermandi darah, terkapar mati, meninggalkan seluruh beban hidup didunia...dan menyongsong hidup berikutnya...yang ia kira akan bahagia.
Sebuah paham yang hanya berputar pada satu sisi, seperti paham keranda mati.
Sebuah keranda
mengapung
dalam lautan manusia
dalam gemuruh do'a
seperti sungai
yang tak putus putus
mengalir
ke hilir
ke akhir
sepenggal puisi Zai Lawanglangit " Prasasti Kematian "
Ia pergi berguru pada kelompok yang terbuang berjubah lunglai, putih diluar dan ada kotoran sedikit di dua lubang dibawah perut.
Ia belajar pada orang-orang bersorban putih yang menutupi, hitam didahi dan debu di kepala.
Kemudian ia mencicip asinnya pengalaman, dan merasa sudah paham akan asinnya samudera lautan.
Ia pergi ke dapur. Diambilnya sebilah belati, ia keluar, tenang ia tantang pandangan angin. Hatinya tersenyum, masuk.
Kumandang Azan memanggil waktu Jum'at, ketika Khotib selesai...
Laksana babi, ia mengamuk dengan belati, menari kesana kesini...beberapa perut terburai...usus keluar panik.
Di dekatinya sang Imam, dan ia tikamkan belati itu kedalam dada, berkali.
Orang tua itu rebah, darahnya menutupi lingkaran spiral merah, kuning, biru, hijau di permadani. Lama ia memandang mata mayat nanar itu, seluruh peralihan sinarnya, dari bening hingga redup seperti susu keruh, disaksikannya. Akhirnya, ia pun menusuk diri....dari sisi kiri, digerakannya merobek sampai kanan perut, cepat.
Seperti gemuruh ombak meruntuhkan dinding batu, jatuh runtuh...tidak menggelepar. Hanya tersisa seringai gigi...entah senyum atau sinis.
Bermandi darah, terkapar mati, meninggalkan seluruh beban hidup didunia...dan menyongsong hidup berikutnya...yang ia kira akan bahagia.
Sebuah paham yang hanya berputar pada satu sisi, seperti paham keranda mati.
perlu bebrapa kali untuk membaca, penuh makna...heee
BalasHapussaalam sahabat
BalasHapusuw jadi gitu yach simple juga dengan penjabaran keranda mati ini mas,heheheh baru tahu red xixixixi