Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Maliki yaumid din

Maaliki yaumid diin
maaliki yaumid diin
Yang Menguasai hari pembalasan.

Sebagian ulama qiraah membacanya malki, sedangkan sebagian yang lain membacanya maliki; kedua-duanya sahih lagi mutawatir dikalangan As-Sab'ah.
Lafaz maliki dengan huruf lam di-kasrah-kan, ada yang membacanya malki dan maliki. Sedangkan menurut bacaan Nafi', harakat kasrah huruf kaf dibaca isyba' hingga menjadi maliki yaumid din.
Kedua bacaan tersebut (malki dan maliki) masing-masing mempunyai pendukungnya tersendiri ditinjau dari segi maknanya;
kedua bacaan tersebut sahih lagi baik. Sedangkan Az-Zamakhsyari lebih menguatkan bacaan maliki, mengingat bacaan inilah yang dipakai oieh ulama kedua Kota Suci (Mekah dan Madinah), dan karena firman-Nya:
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?
(Al-Mu-min: 16)

Dan benarlah perkataan-Nya dan di tangan kekuasaan-Nyalah segala sesuatu
(Al-An'am: 75)

Telah diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia membaca maliki yaumidin atas dasar anggapan fiil,fail, dan maful, tetapi pendapat ini menyendiri lagi aneh sekali.

Abu Bakar ibnu Abu Daud meriwayatkan —sehubungan dengan bacaan tersebut— sesuatu yang garib (aneh), mengingat dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Addi ib-aul Fadl.
dari Abul Mutarrif, dari Ibnu Syihab yang telah mendengar hadits bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Usman serta Mu’awiyah dan anaknya —yaitu Yazid ibnu Mu'awiyah— membaca maaliki yaumid din.

Ibnu Syihab mengatakan bahwa orang yang mula-mula membaca maliki adalah Marwan (Ibnul Hakam). Menurut kami, Marwan mengetahui kesahihan apa yang ia baca, sedangkan hal ini tidak diketahui oleh Ibnu Syihab.
Telah diriwayarkan sebuah hadis melalui berbagai jalur periwayatan yang diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacanya maliki yaumid din.
Lafaz malik diambil dari kata al-milku, seperti makna yang terkandung di dalam firman Nya:
Sesungguhnya Kami memiliki bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan.
(Maryam: 40)
Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Pemilik manusia.
(An-Nas: 1-2)
Sedangkan kalau maliki diambil dari kata al-mulku, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.
(Al-Mu-min: 16)

Benarlah perkataan-Nya, dan di tangan kekuasaan-Nyalah segala kekuasaan.
(Al-An'am: 73)

Kerajaan yang hak pada hari iiu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) suatu hari yang penuh dengan kesukaran bagi orang-orang kafir.
(Al-Furqan: 26)

Pengkhususan sebutan al-mulku (kerajaan) dengan yaumid din (hari pembalasan) tidak bertentangan dengan makna lainnya, mengingat dalam pembahasan sebelumnya telah diterangkan bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam, yang pengertiannya umum mencakup di dunia dan akhirat.

Di-mudafkan kepada lafaz yaumid din karena tiada seorang pun pada hari itu yang mendakwakan sesuatu, dan tiada seorang pun yang dapat angkat bicara kecuali dengan seizin Allah Subhanahu wa ta'ala, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya:
Pada hari ketika roh dan malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.
(An-Naba': 38)

dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.
(Taha: 108)

Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya, maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.
(Hud: 105)

Dahhak mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa maliki yaumid din artinya "tiada seorang pun bersama-Nya yang memiliki kekuasaan seperti halnya di saat mereka (raja-raja) masih hidup di dunia pada hari pembalasan tersebut".

Ibnu Abbas mengatakan, yaumid din adalah hari semua makhluk menjalani hisab, yaitu hari kiamat; Allah membalas mereka sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing.
Jika amal perbuatannya baik, balasannya baik; dan jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya pun buruk, kecuali orang yang mendapat ampunan dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Hal yang sama dikatakan pula oleh selain Ibnu Abbas dari kalangan para sahabat, para tabi'in, dan ulama Salaf; hal ini sudah jelas.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari sebagian mereka bahwa tafsir dari firman-Nya, "Maliki yaumid din," ialah "Allah Mahakuasa untuk mengadakannya".
Tetapi Ibnu Jarir sendiri menilai pendapat ini daif (le-mah). Akan tetapi, pada lahiriahnya tidak ada pertentangan antara pendapat ini dengan pendapat lainnya yang telah disebutkan terdahulu.
Masing-masing orang yang berpendapat demikian dan yang sebelumnya mengakui kebenaran pendapat lainnya serta tidak mengingkari kebenarannya, hanya saja konteks ayat lebih sesuai bila diartikan dengan makna pertama di atas tadi dibandingkan dengan pendapat yang sekarang ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu) suatu hari yang penuh dengan kesukaran bagi orang-orang kafir.
(Al-Furqan: 26)

Sedangkan pendapat kedua pengertiannya mirip dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Pada hari Dia mengatakan, "Jadilah!, lalu terjadilah.
(Al-An'am:73)

Pada hakikatnya raja yang sesungguhnya adalah Allah Subhanahu wa ta'ala, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera. (Al-Hasyr: 23)

Di dalam hadits Sahih lain disebutkan melalui Abu Hurairah radhiyallahu anhu secara marju':
Nama yang paling rendah di sisi Allah ialah seorang lelaki yang menamakan dirinya dengan panggilan Malikul Amlak, sedangkan tiada raja selain Allah.

Di dalam kitab Sahih lain disebutkan pula bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan (kekuasaan)-Nya, kemudian berfirman, "Akulah Raja. Sekarang mana raja-raja bumi, mana orang-orang yang diktator, mana orang-orang yang angkuh?"

Di dalam Al-Qur'an disebutkan melalui firman-Nya:
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.
(Al-Mu-min: 16)

Adapun mengenai nama lainnya di dunia ini dengan memakai sebutan malik, yang dimaksud adalah "nama majaz", bukan nama dalam arti yang sesungguhnya, sebagaimana yang dimaksud di dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja kalian.
(Al-Baqarah: 247)
karena di hadapan mereka ada seorang raja.
(Al-Kahfi: 79)
ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadi-kan-Nya kalian sebagai raja-raja (orang-orang yang merdeka).
(Al-Maidah: 20)

Di dalam sebuah hadis Sahih lain disebutkan: seperti raja-raja yang berada di atas dipan-dipannya.
Ad-din artinya "pembalasan dan hisab", sebagaimana yang disebut didalam firman lainnya, yaitu:
Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya. (An-Nur: 25)

Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman pula:
apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan? (As-Saffat: 53)
Makna yang dimaksud ialah mendapat balasan yang setimpal dan dihisab.
Di dalam sebuah hadis disebutkan: Orang yang pandai ialah orang yang melakukan perhitungan terhadap dirinya sendiri dan beramal untuk bekal sesudah mati.

Makna yang dimaksud ialah "hisablah dirimu sendiri", sebagaimana yang dikatakan Khalifah Umar radhiyallahu anhu yaitu: "Hisablah diri kalian sendiri sebelum dihisab dan timbanglah amal perbuatan kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah (berbekalah) untuk menghadapi peradilan yang paling besar di hadapan Tuhan yang tidak samar bagi-Nya semua amal perbuatan kalian," seperti yang dinyatakan di dalam Firman-Nya:
Pada hari itu kalian dihadapkan (kepada Tuhan kalian). Tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi-Nya).
(Al-Haqqah: 18)

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

6 komentar:

  1. terimakasih atas tausiyah-nya sobat :-)

    BalasHapus
  2. Terimakasih tulisannya.. Lagi puasa begini senang membca tulisan yang bisa menambah keimanan kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. aryadevi sudut kelas media belajar siswa20 Juli 2013 pukul 17.52

      sama yo mas....bisa berkunjung kesini...terimakasih

      Hapus
  3. Sedikit agak oot, ada murid baru namanya Malik. Terus ada karyawan bilang kalo Malik artinya malaikat penjaga neraka. Terus aku bilang, malaikat penjaga neraka seram, tidak pernah tersenyum. Ada makna lain dari Malik. Barusan buka-buka... artinya yang memiliki...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya yang memiliki/menguasai.
      Dengan memanjangkan mim yang berarti pemilik/yang menguasai -Maalik.
      Dengan memendekan mim yang berarti Raja-Malik.

      Hapus

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas