Menjadi badut, atau bercita menjadi apapun, bagi anak adalah pengarahan dan bimbingan dari guru atau orangtuanya.
Pada suatu pagi yang lembut, di sekolah SD Kota entah dimana, dua orang guru dan 2 siswanya tengah berbincang ringan.
2 orang siswa kelas 5 SD yang sama itu mengutarakan cita-cita yang sama pula yaitu menjadi badut.
Guru A mencela, “Tidak mempunyai cita-cita yang luhur, anak yang tidak bisa dibina!”
Sedangkan guru B bilang, “Semoga kamu membawakan kecerian bagi seluruh dunia!”
Terkadang orang yang lebih tua, bukan hanya lebih banyak menuntut daripada memberi semangat, malahan sering membatasi definisi keberhasilan dengan arti yang sempit.
Demikian juga pada anak di sekolah lebih lanjut, bercita-cita dan mengeluarkannya bukan cuma gejolak imut anak-anak usia SD atau Taman Kanak-Kanak, tetapi pada semua usia, karena itu adalah harapan.
Dan guru atau orangtua tidak bijak jika memberi batasan-batasan definisi akan cita-cita anak. Walau berdasarkan dari pengetahuan dan pengalaman si guru, tetaplah tidak bisa disamakan untuk menjadi standar definisi hidup si siswa/anak.
Karena nasehat atau pendapat-pendapat orang lain selalu berdasarkan ukuran pengalaman, pola pikir, kapasitas berpikir orang tersebut.
Pengalaman hidup kita tidak sepatutnya dijadikan standar bagi hidup orang lain.
-Belajar dari cerita ringan atau lucu.
Sumber gambar:
http://letscoloringpages.com
Pada suatu pagi yang lembut, di sekolah SD Kota entah dimana, dua orang guru dan 2 siswanya tengah berbincang ringan.
2 orang siswa kelas 5 SD yang sama itu mengutarakan cita-cita yang sama pula yaitu menjadi badut.
Guru A mencela, “Tidak mempunyai cita-cita yang luhur, anak yang tidak bisa dibina!”
Sedangkan guru B bilang, “Semoga kamu membawakan kecerian bagi seluruh dunia!”
Terkadang orang yang lebih tua, bukan hanya lebih banyak menuntut daripada memberi semangat, malahan sering membatasi definisi keberhasilan dengan arti yang sempit.
Demikian juga pada anak di sekolah lebih lanjut, bercita-cita dan mengeluarkannya bukan cuma gejolak imut anak-anak usia SD atau Taman Kanak-Kanak, tetapi pada semua usia, karena itu adalah harapan.
Dan guru atau orangtua tidak bijak jika memberi batasan-batasan definisi akan cita-cita anak. Walau berdasarkan dari pengetahuan dan pengalaman si guru, tetaplah tidak bisa disamakan untuk menjadi standar definisi hidup si siswa/anak.
Karena nasehat atau pendapat-pendapat orang lain selalu berdasarkan ukuran pengalaman, pola pikir, kapasitas berpikir orang tersebut.
Pengalaman hidup kita tidak sepatutnya dijadikan standar bagi hidup orang lain.
-Belajar dari cerita ringan atau lucu.
Sumber gambar:
http://letscoloringpages.com
sudah saatnya kita memebebaskan fikiran dari belenggu pemahaman pekerjaan yang baik adalah yang banyak menghasilkan uang, menjadi pekerjaan yang baik adalah yang banyak memberi manfaat positif bagi orang lain.
BalasHapusterimakasih teman atas kunjungannya...salaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam ^__^
Hapusdari badut anak-anak bisa belajar , tapi kadang saya menemukan badut yang melucu tapi isinyatidak mendidik
BalasHapusiya bu, masalah cita-cita seperti berharap, harapan....untuk usia anak bisa saja berubah....tapi yang jelas orangtua atau guru berfungsi memberi bimbingan atau arahan..
Hapus