Namun fakta dunia pendidikan mengenai pemanfaatan ICT di Indonesia belumlah merata. Hingga tahun lalu, di Indonesia tercatat 2.428 institusi pendidikan tinggi yang meliputi 81 perguruan tinggi negeri, dan 2.347 perguruan tinggi swasta. Secara keseluruhan, perguruan tinggi tersebut menampung sekitar 16.8% rakyat Indonesia yang berusia antara 19-24 tahun (usia pendidikan tinggi). Dari sisi kualitas, perguruan tinggi di Indonesia berada pada spektrum yang sangat lebar, dan umumnya berada pada tingkat kualitas yang masih rendah. Karena itu, boleh dikatakan bahwa perguruan (fakta dunia pendidikan) yang memanfaatkan ICT pun masih minim.
Pada 2004 Institut Teknologi Sepuluh Nopember dibantu JICA menyurvei infrastruktur lCT di wilayah Indonesia Timur dan sebagian Wilayah Tengah dan Barat. Hasilnya, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ICT masih sangat minim. Rata-rata anggaran yang besar digunakan untuk investasi awal saja akan tetapi untuk perawatan dan operasional masih sangat kurang.
Jumlah komputer yang bisa digunakan untuk akses internet pun masih minim. Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan hal tersebut terjadi, antara lain dikarenakan bandwidth yang ada masih sangat terbatas untuk menghubungkan ke dalam jaringan intranet, membutuhkan biaya komunikasi yang mahal, dan content yang bisa diakses masih sangat minim.
Permasalahan bandwidth memang paling dominan karena jumlah komputer yang terhubung di intranet hanya sekitar 50 persen sedangkan dari 50 persen tersebut hanya sekitar setengahnya yang bisa akses internet. Standar internasional untuk bandwith adalah 1 kbps/mahasiswa.
Saat ini memang sudah ada berbagai usaha dari Dirjen Dikti untuk meningkatkan penetrasi ICT ke berbagai perguruan tinggi. Salah satu dari usaha tersebut adalah pengimplementasian JARDIKNAS (Jejaring Pendidikan Nasional) dan Global Development Learning Network (GDLN).
Dengan JARDIKNAS, seluruh kantor dinas pendidikan, perguruan tinggi, sekolah, dan unit lainnya terhubung untuk mengembangkan konten dan pembelajaran jarak jauh, dan pengembangan sistem administrasi secara online. JARDIKNAS sejak 2006 telah menjadi program prioritas, dan menjadi salah satu flagship yang terbesar di Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DeTIKNas), yang dipimpin langsung Presiden RI.
JARDIKNAS saat ini telah terhubung 942 titik melalui Jardiknas Zona Kantor dengan total bandwidth mencapai 2 Gbps. Tahun lalu, bersama dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, berhasil dilakukan win back untuk penyediaan Jardiknas Zona Perguruan Tinggi.
Sedangkan GDLN memberikan telecommunication network infrastructures yang tersambung dengan Distance Learning Centers di berbagai kota dari seluruh dunia. Distance Learning Centers ini memiliki sumber daya pembelajaran yang berkualitas tinggi dan bisa dimanfaatkan secara bersama-sama melalui GDLN. Proses pembelajaran itu sendiri bisa dilakukan melalui video conference dan interaksi internet. Saat ini sudah ada empat perguruan tinggi yang tersambung dengan GDLN, yaitu UI sebagai pusatnya, Universitas Riau, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanuddin sebagai cabangnya.
Ada pula program SMART Campus untuk pendidikan tinggi, yang mencakup penyediaan infrastruktur, penyediaan layanan dasar kampus, aplikasi dan konten, serta pengelolaan bisnis dan kastemer di lingkungan kampus. Juga telah dilakukan kerja sama inkubasi antara BUMN ini dengan institusi pendidikan untuk menciptakan tumbuhnya industri kreatif yang berbasis pendidikan.
Upaya pemerintah dan BUMN tersebut untuk membantu perguruan tinggi Indonesia menjadi kampus bertaraf internasional memang masih butuh waktu panjang. Butuh kerja keras, dan kemauan semua pengelola kampus, untuk memanfaatkan ICT. Dari seluruh perguruan tinggi yang ada, baru 10 persen saja yang terkoneksi. Bayangkan efeknya jika seluruh perguruan tinggi di Indonesia saling tersambung secara online. Dampak bagi proses belajar-mengajar akan sangat luar biasa. Pencarian bahan kuliah atau riset, misalnya, akan lebih mudah didapat. Mari bersama giatkan usaha menjadikan kampus/sekolah lokal sebagai kampus kelas dunia.
Sumber : Hesti Nugrahani(Praktisi Telekomunikasi)http://www.alumniits.com/
Pada 2004 Institut Teknologi Sepuluh Nopember dibantu JICA menyurvei infrastruktur lCT di wilayah Indonesia Timur dan sebagian Wilayah Tengah dan Barat. Hasilnya, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ICT masih sangat minim. Rata-rata anggaran yang besar digunakan untuk investasi awal saja akan tetapi untuk perawatan dan operasional masih sangat kurang.
Jumlah komputer yang bisa digunakan untuk akses internet pun masih minim. Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan hal tersebut terjadi, antara lain dikarenakan bandwidth yang ada masih sangat terbatas untuk menghubungkan ke dalam jaringan intranet, membutuhkan biaya komunikasi yang mahal, dan content yang bisa diakses masih sangat minim.
Permasalahan bandwidth memang paling dominan karena jumlah komputer yang terhubung di intranet hanya sekitar 50 persen sedangkan dari 50 persen tersebut hanya sekitar setengahnya yang bisa akses internet. Standar internasional untuk bandwith adalah 1 kbps/mahasiswa.
Saat ini memang sudah ada berbagai usaha dari Dirjen Dikti untuk meningkatkan penetrasi ICT ke berbagai perguruan tinggi. Salah satu dari usaha tersebut adalah pengimplementasian JARDIKNAS (Jejaring Pendidikan Nasional) dan Global Development Learning Network (GDLN).
Dengan JARDIKNAS, seluruh kantor dinas pendidikan, perguruan tinggi, sekolah, dan unit lainnya terhubung untuk mengembangkan konten dan pembelajaran jarak jauh, dan pengembangan sistem administrasi secara online. JARDIKNAS sejak 2006 telah menjadi program prioritas, dan menjadi salah satu flagship yang terbesar di Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DeTIKNas), yang dipimpin langsung Presiden RI.
JARDIKNAS saat ini telah terhubung 942 titik melalui Jardiknas Zona Kantor dengan total bandwidth mencapai 2 Gbps. Tahun lalu, bersama dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, berhasil dilakukan win back untuk penyediaan Jardiknas Zona Perguruan Tinggi.
Sedangkan GDLN memberikan telecommunication network infrastructures yang tersambung dengan Distance Learning Centers di berbagai kota dari seluruh dunia. Distance Learning Centers ini memiliki sumber daya pembelajaran yang berkualitas tinggi dan bisa dimanfaatkan secara bersama-sama melalui GDLN. Proses pembelajaran itu sendiri bisa dilakukan melalui video conference dan interaksi internet. Saat ini sudah ada empat perguruan tinggi yang tersambung dengan GDLN, yaitu UI sebagai pusatnya, Universitas Riau, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanuddin sebagai cabangnya.
Ada pula program SMART Campus untuk pendidikan tinggi, yang mencakup penyediaan infrastruktur, penyediaan layanan dasar kampus, aplikasi dan konten, serta pengelolaan bisnis dan kastemer di lingkungan kampus. Juga telah dilakukan kerja sama inkubasi antara BUMN ini dengan institusi pendidikan untuk menciptakan tumbuhnya industri kreatif yang berbasis pendidikan.
Upaya pemerintah dan BUMN tersebut untuk membantu perguruan tinggi Indonesia menjadi kampus bertaraf internasional memang masih butuh waktu panjang. Butuh kerja keras, dan kemauan semua pengelola kampus, untuk memanfaatkan ICT. Dari seluruh perguruan tinggi yang ada, baru 10 persen saja yang terkoneksi. Bayangkan efeknya jika seluruh perguruan tinggi di Indonesia saling tersambung secara online. Dampak bagi proses belajar-mengajar akan sangat luar biasa. Pencarian bahan kuliah atau riset, misalnya, akan lebih mudah didapat. Mari bersama giatkan usaha menjadikan kampus/sekolah lokal sebagai kampus kelas dunia.
Sumber : Hesti Nugrahani(Praktisi Telekomunikasi)http://www.alumniits.com/
pagi masih butuh waktu panjang untuk go Internasional
BalasHapusmengatasi internal saja masih belum beres kayaknya
kalau untuk pendidikan sepertinya lama ya terealisasinya,tidak seperti hal lainnya,kasihan sekali dunia pendidikan kita
BalasHapus