cerita kemarin...........
Ruang kelas saat itu hening sekali. Bu guru Dwita duduk di kursi depan mereka. Memandang sudut kiri tempat si Yusak duduk. Bu guru Dwita tersenyum ketika melihat Yusak menggaruk kepalanya, karena ketika digaruk sobekan kertas kecil-kecil berlompatan dari gumpalan rambutnya yang keriting. Anehnya, Yusak tak menyadari itu semua.
Anak kelahiran sebuah desa kecil di daerah Kepala Burung itu kembali tekun menuliskan kata-katanya. Itu pasti ulah si Budina atau Lucy, karena mereka berdualah yang akrab dengan Yusak.
Di sebelahnya duduk Biko. Nama sebenarnya adalah Ahmad Zainuri, entah bagaimana asal mulanya namanya berubah menjadi Biko. Ah rasanya aku ingat ! Kata bu guru Dwita. Kalau tak salah nama Biko muncul setelah ulang tahun Amy tiga bulan lalu. Waktu itu kawan-kawan sekelas diundang datang makan siang.
Amy mempunyai seekor burung betet yang sudah sangat jinak. Begitu jinaknya si betet ini sehingga dibiarkan lepas bebas berjalan-jalan didalan rumah. Pintu sangkarnya yang dari besi itu selalu terbuka lebar, sehingga si betet bisa keluar masuk kapan saja. Tubuh burung itu agak bulat, warnanya hijau, paruhnya yang melengkung berwarna hitam kemerah-merahan. Kakinya yang pendek membuat langkahnya menjadi lucu, apalagi jika diberi makanan-dan untuk itu dia buru-buru- maka langkahnya jadi kian menggelikan: megal-megol seperti entok.
Si betet ini anehnya hari itu tidak mau didekati siapa pun termasuk Amy. Tetapi, lebih aneh lagi, kepada Ahmad Zainuri dia mau, bahkan bertengger manja di pundaknya.
"Lihat, cuma kepadaku dia mau. Habis kalian belum mandi!" katanya bangga, dan berdiri tegak mirip si Buta dari gua hantu. Anak-anak dan bu guru Dwita tertawa.
"Ya sudah, karena dia jinak sama kamu, sekalian saja pakai namanya," goda Amy sambil tersenyum manis.
"Siapa namanya?" tanya Ninin sengaja memancing tawa.
"Biko!"
Gelak tawa memenuhi ruangan besar itu. Ahmad Zainuri hanya cengar-cengir salah tingkah, sementara si betet agaknya senang;menjerit-jerit dengan suaranya yang parau. Sejak hari itu dia dipanggil Biko.
Bu guru Dwita tersenyum kecil. Sunggingan senyumnya manis sekali.Tetapi secepat itu pula dia telan bulat-bulat. Apa jadinya jika ketika itu siswa-siswanya yang tahu dirinya tersenyum seorang diri.
Dilihatnya pula si cantik Amy agak diganggu oleh bolpoinnya. Beberapa kali digosok-gosokannya bolpoin itu pada kertas.Agaknya tintanya habis. Dia melihat kekiri kekanan. Pasti cari pinjaman, kata bu guru Dwita dalam hati. Kemudian didekatinya Amy, dipinjamkannya bolpoinnya. Amy menerima dengan malu-malu. Amy,Amy....kemana bolpoinmu yang lain nona manis ? Oh, tentu kau pinjamkan pada Ninin atau si ceking Ramadan, biasanya memang mereka yang sering pinjam,kan ? Dan kini kaupinjam dariku. Bu guru Dwita tertawa dalam hati.
bersambung....
Diambil dari : kumpulan cerpen Yanusa Nugroho
Anak kelahiran sebuah desa kecil di daerah Kepala Burung itu kembali tekun menuliskan kata-katanya. Itu pasti ulah si Budina atau Lucy, karena mereka berdualah yang akrab dengan Yusak.
Di sebelahnya duduk Biko. Nama sebenarnya adalah Ahmad Zainuri, entah bagaimana asal mulanya namanya berubah menjadi Biko. Ah rasanya aku ingat ! Kata bu guru Dwita. Kalau tak salah nama Biko muncul setelah ulang tahun Amy tiga bulan lalu. Waktu itu kawan-kawan sekelas diundang datang makan siang.
Amy mempunyai seekor burung betet yang sudah sangat jinak. Begitu jinaknya si betet ini sehingga dibiarkan lepas bebas berjalan-jalan didalan rumah. Pintu sangkarnya yang dari besi itu selalu terbuka lebar, sehingga si betet bisa keluar masuk kapan saja. Tubuh burung itu agak bulat, warnanya hijau, paruhnya yang melengkung berwarna hitam kemerah-merahan. Kakinya yang pendek membuat langkahnya menjadi lucu, apalagi jika diberi makanan-dan untuk itu dia buru-buru- maka langkahnya jadi kian menggelikan: megal-megol seperti entok.
Si betet ini anehnya hari itu tidak mau didekati siapa pun termasuk Amy. Tetapi, lebih aneh lagi, kepada Ahmad Zainuri dia mau, bahkan bertengger manja di pundaknya.
"Lihat, cuma kepadaku dia mau. Habis kalian belum mandi!" katanya bangga, dan berdiri tegak mirip si Buta dari gua hantu. Anak-anak dan bu guru Dwita tertawa.
"Ya sudah, karena dia jinak sama kamu, sekalian saja pakai namanya," goda Amy sambil tersenyum manis.
"Siapa namanya?" tanya Ninin sengaja memancing tawa.
"Biko!"
Gelak tawa memenuhi ruangan besar itu. Ahmad Zainuri hanya cengar-cengir salah tingkah, sementara si betet agaknya senang;menjerit-jerit dengan suaranya yang parau. Sejak hari itu dia dipanggil Biko.
Bu guru Dwita tersenyum kecil. Sunggingan senyumnya manis sekali.Tetapi secepat itu pula dia telan bulat-bulat. Apa jadinya jika ketika itu siswa-siswanya yang tahu dirinya tersenyum seorang diri.
Dilihatnya pula si cantik Amy agak diganggu oleh bolpoinnya. Beberapa kali digosok-gosokannya bolpoin itu pada kertas.Agaknya tintanya habis. Dia melihat kekiri kekanan. Pasti cari pinjaman, kata bu guru Dwita dalam hati. Kemudian didekatinya Amy, dipinjamkannya bolpoinnya. Amy menerima dengan malu-malu. Amy,Amy....kemana bolpoinmu yang lain nona manis ? Oh, tentu kau pinjamkan pada Ninin atau si ceking Ramadan, biasanya memang mereka yang sering pinjam,kan ? Dan kini kaupinjam dariku. Bu guru Dwita tertawa dalam hati.
bersambung....
Diambil dari : kumpulan cerpen Yanusa Nugroho
salam persahabatan
BalasHapuspostingan yang bagus untuk dibaca
terima kasih ya
Assalamu'alaikum, lama nda 'sowan' kemari, rasanya saya tertinggal jauh sekali. Saya suka baca cerpen, dan ingin belajar menulis cerpen
BalasHapuscerita ringan dan sangat mengalir, berasa akrab sekali mas.. :)
BalasHapuskapan nih ikutan Kecubung,, ayo dong, lamar temen2,, :)
@ Tutorial Blog: salam persahabatan juga kawan ^_^
BalasHapus@ Abi Sabila : sama Mas, belajar dengan diawali dari melihat dari kreasi orang lain....setelah itu berkarya sendiri.
@ advertiyha : iya mba, terima kasih atas semangatnya....saya persiapkan dulu ...
@ harly : terimakasih kawan harly....selalu akan balik berkunjung....^_^