Sepasang kekasih berdiskusi tentang petai. Mereka memang baru saja makan malam dengan petai.
"Bayangkan kalau di dunia tidak ada petai," kata yang lelaki.
"Memangnya kenapa?"
"Kalau tidak ada petai, orang kecil akan kekurangan alasan untuk bahagia. Bayangkan, alangkah celakanya kalau kita hanya layak berbahagia jika punya Baby Benz dab memakai dasi. Untung ada petai ! Setiap bji petai memberikan kontribusi yang berarti bagi investasi kebahagiaan. Sudah waktunya kita memikirkan petai sebagai aset bangsa yang berharga."
"Tapi, citra petai tidak cocok dengan citra dasi. Sudah jelas petai tidak atau kurang cocok dengan citra dasi. Baunya tidak bisa dibanggakan. Padahal, zaman sekarang orang hanya bisa bahagia jika punya kebanggaan."
"Kebahagiaan atau kesombongan? Buktinya kita bahagia makan petai. Coba kamu cium baunya."
Lantas laki-laki itu menyembur,"Huaaaahhh!"
Kontan wanita itu mengibaskan tangannya di muka hidung,"Uhhhh! Bau!"
"Memang bau! Tapi, bahwa bau petai memalukan, itu cuma soal citra. Kupikir, citra petai memang harus diubah. Tidak bisa dipungkri,dia membahagiakan sejumlah besar manusia yang hanya punya kemampuan sebatas makan petai untuk membahagiakan dirinya. Itu pertama. Kedua, bukankah petai juga baik untuk kesehatan? Kata temanku petai baik sekali untuk ginjal. Kencing jadi lancar. Perkara baunya? Aah! Bau petai justru bisa menjadi citra Indonesia jadi orisinal. Aku ingin menulis surat pembaca di koran. Aku ingin mengajukan usul pada Dirjen Pariwisata supaya petai dikampanyekan sebagai The Scent of Indonesian. Bagaimana? Setuju?"
Wanita itu, kekasihnya yang manis itu , terdiam. Matanya mengerjap mendengar opini pacarnya yang berapi-api. Karena kekagumannya pada lelaki itu, ia maunya selalu setuju saja, meski ia tahu usul itu terdengar agak aneh. Di dunia ini, petai tidak akan pernah menjadi sesuatu yang penting. Tidak seperti minyak, tidak pula seperti nuklir. Benar juga, petai barangkali penting untuk orang kecil.
"Pendapatmu tidak salah," katanya," tetapi apakah orang bisa mengerti?"
"Lo, apanya yang susah? Ini masalah sederhana saja. Hidup sudah semakin sulit. Ukuran-ukuran keberhasilan semakin melambung. Akibatnya, terlalu banyak orang akan merasa hidupnya gagal dan sia-sia jika tidak mampu memenuhi ukuran-ukuran itu. Inilah orang-orang kalah, orang-orang sial, dan orang-orang yang meskipun sudah berusaha sampai mati, nasibnya tetap buruk. Mereka harus dihibur."
"Caranya?"
"Aduh. Masak kamu tidak mengerti juga?"
"Disadarkan bahwa kebahagiaan bisa diraih tanpa harus memakai dasi, melainkan dengan memakan petai?"
"Tepat sekali!"
"Petai bakar maksudnya?"
"Petai goreng juga boleh?"
"Atau petai mentah?"
"Ah, itu, sih, kurang canggih."
"Petai rebus begitu?"
"Nah! Mendingan! Tapi, lebih genius untuk campuran susu."
"Maksudnya?"
"Bukan susu telur madu jahe, tapi susu telur madu petai! Ha..ha..ha..!"
"Kalau begitu pula jus petai, dong?"
"Wah! Gagasan bagus!"
"Terlalu kamu! Terlalu!"
"Kenapa?"
"Kalau hidup cuma makan petai saja, untuk apa kita sekolah tinggi-tinggi? Pencapaian kebudayaan manusia tidak bisa diukur dari kebahagiaan makan petai, dong! Terlalu sekali kalau petai menjadi begitu penting karena tidak ada satu pun selain petai yang bisa diraih untuk membuat manusia bahagia."
.......................
Sumber : dikutip dari Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Karya Seno Gumira Ajidarma.
(gambar dari : http://situsonline.com)
"Bayangkan kalau di dunia tidak ada petai," kata yang lelaki.
"Memangnya kenapa?"
"Kalau tidak ada petai, orang kecil akan kekurangan alasan untuk bahagia. Bayangkan, alangkah celakanya kalau kita hanya layak berbahagia jika punya Baby Benz dab memakai dasi. Untung ada petai ! Setiap bji petai memberikan kontribusi yang berarti bagi investasi kebahagiaan. Sudah waktunya kita memikirkan petai sebagai aset bangsa yang berharga."
"Tapi, citra petai tidak cocok dengan citra dasi. Sudah jelas petai tidak atau kurang cocok dengan citra dasi. Baunya tidak bisa dibanggakan. Padahal, zaman sekarang orang hanya bisa bahagia jika punya kebanggaan."
"Kebahagiaan atau kesombongan? Buktinya kita bahagia makan petai. Coba kamu cium baunya."
Lantas laki-laki itu menyembur,"Huaaaahhh!"
Kontan wanita itu mengibaskan tangannya di muka hidung,"Uhhhh! Bau!"
"Memang bau! Tapi, bahwa bau petai memalukan, itu cuma soal citra. Kupikir, citra petai memang harus diubah. Tidak bisa dipungkri,dia membahagiakan sejumlah besar manusia yang hanya punya kemampuan sebatas makan petai untuk membahagiakan dirinya. Itu pertama. Kedua, bukankah petai juga baik untuk kesehatan? Kata temanku petai baik sekali untuk ginjal. Kencing jadi lancar. Perkara baunya? Aah! Bau petai justru bisa menjadi citra Indonesia jadi orisinal. Aku ingin menulis surat pembaca di koran. Aku ingin mengajukan usul pada Dirjen Pariwisata supaya petai dikampanyekan sebagai The Scent of Indonesian. Bagaimana? Setuju?"
Wanita itu, kekasihnya yang manis itu , terdiam. Matanya mengerjap mendengar opini pacarnya yang berapi-api. Karena kekagumannya pada lelaki itu, ia maunya selalu setuju saja, meski ia tahu usul itu terdengar agak aneh. Di dunia ini, petai tidak akan pernah menjadi sesuatu yang penting. Tidak seperti minyak, tidak pula seperti nuklir. Benar juga, petai barangkali penting untuk orang kecil.
"Pendapatmu tidak salah," katanya," tetapi apakah orang bisa mengerti?"
"Lo, apanya yang susah? Ini masalah sederhana saja. Hidup sudah semakin sulit. Ukuran-ukuran keberhasilan semakin melambung. Akibatnya, terlalu banyak orang akan merasa hidupnya gagal dan sia-sia jika tidak mampu memenuhi ukuran-ukuran itu. Inilah orang-orang kalah, orang-orang sial, dan orang-orang yang meskipun sudah berusaha sampai mati, nasibnya tetap buruk. Mereka harus dihibur."
"Caranya?"
"Aduh. Masak kamu tidak mengerti juga?"
"Disadarkan bahwa kebahagiaan bisa diraih tanpa harus memakai dasi, melainkan dengan memakan petai?"
"Tepat sekali!"
"Petai bakar maksudnya?"
"Petai goreng juga boleh?"
"Atau petai mentah?"
"Ah, itu, sih, kurang canggih."
"Petai rebus begitu?"
"Nah! Mendingan! Tapi, lebih genius untuk campuran susu."
"Maksudnya?"
"Bukan susu telur madu jahe, tapi susu telur madu petai! Ha..ha..ha..!"
"Kalau begitu pula jus petai, dong?"
"Wah! Gagasan bagus!"
"Terlalu kamu! Terlalu!"
"Kenapa?"
"Kalau hidup cuma makan petai saja, untuk apa kita sekolah tinggi-tinggi? Pencapaian kebudayaan manusia tidak bisa diukur dari kebahagiaan makan petai, dong! Terlalu sekali kalau petai menjadi begitu penting karena tidak ada satu pun selain petai yang bisa diraih untuk membuat manusia bahagia."
.......................
Sumber : dikutip dari Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Karya Seno Gumira Ajidarma.
(gambar dari : http://situsonline.com)
hidup petai...!! hehehe..
BalasHapuspa kabar mas..?
@ windflowers : baik aja mba...mmmm..tapi memang belakangan ini agak lesu dalam blogging....
BalasHapussayang tidak suka petai dalam bentuk apapun :)
BalasHapus