Pernikahan bukan Gaya, dengan maksud adalah dasar prinsip dalam hidup.
Membaca tulisan dari blog djanganpakies mengenai "Suit Sepentin Giveaway", menitikan sedikit pandangannya tentang perjalanan rumah tangga (pernikahan) beliau dan bagaimana mengatur aktifitas dalam blogging.
Cukup berkesan, terutama pada bagian pernyataan habib," Kami sangat tidak setuju ketika ada pasangan berpisah dengan alasan tidak ada kecocokan. Jangankan dua individu suami istri, sodara kembar identik secara genotip, belum tentu memiliki kesamaan dalam tingkah laku apalagi persepsi dan pemikiran".
Manusia dalam melakukan pernikahan sekarang, lebih banyak terpengaruh pada kultur sosial saja dimana status, materi, dan juga "rasa cinta" jadi tolok ukur (bahkan berlaku karena membabi butanya "nafsu"). Menganggap pernikahan bagian dari gaya hidup ( trend, kalau tidak mengikuti "gaya" dianggap "bodoh").
Bukan menafikan masalah "kultur" yang banyak menyeleweng dari kaidah prinsip dasar para pendahulu, karena memang benar adanya kalau memang generasi penerusnya memahami dan menjalankan dengan baik.
Fakta mengatakan, dengan banyak kasus kawin cerai hanya bermula pada masalah ringan.
Kalau mau kilas balik ," bagaimana dengan rasa cinta yang kemarin begitu mendayu..haru biru ?" ^_^
"Berjanji setia, berkorban harga diri, dan yang ekstrim, mungkin aqidah bisa dikorbankan, hubungan anak dan orangtua bisa diputuskan ".
(melihat dari berbagai pengalaman hidup)
Benar adanya, pada Tausiyah Tuan Guru Zaini, bahwa "Ilmu sudah diangkat pada banyak rumah tangga, orang tua sudah tidak paham lagi dalam mendidik anak, mengawali dari niat pernikahan yang keliru, "nafsu" diselubungi dengan keindahan, yang dangkal,kosong pada akhirnya".
Sumber: Tausiyah Tuan Guru Zaini Abdul Ghani (Martapura)
dan Blog = http://www.djanganpakies.com/
Membaca tulisan dari blog djanganpakies mengenai "Suit Sepentin Giveaway", menitikan sedikit pandangannya tentang perjalanan rumah tangga (pernikahan) beliau dan bagaimana mengatur aktifitas dalam blogging.
Cukup berkesan, terutama pada bagian pernyataan habib," Kami sangat tidak setuju ketika ada pasangan berpisah dengan alasan tidak ada kecocokan. Jangankan dua individu suami istri, sodara kembar identik secara genotip, belum tentu memiliki kesamaan dalam tingkah laku apalagi persepsi dan pemikiran".
Manusia dalam melakukan pernikahan sekarang, lebih banyak terpengaruh pada kultur sosial saja dimana status, materi, dan juga "rasa cinta" jadi tolok ukur (bahkan berlaku karena membabi butanya "nafsu"). Menganggap pernikahan bagian dari gaya hidup ( trend, kalau tidak mengikuti "gaya" dianggap "bodoh").
***
Diawali dari kelirunya meletakan niat dalam memasuki pernikahan, menjadi salah satu penyebab "habis manis sepah dibuang" nya sebuah pernikahan. Bukan menafikan masalah "kultur" yang banyak menyeleweng dari kaidah prinsip dasar para pendahulu, karena memang benar adanya kalau memang generasi penerusnya memahami dan menjalankan dengan baik.
Fakta mengatakan, dengan banyak kasus kawin cerai hanya bermula pada masalah ringan.
Kalau mau kilas balik ," bagaimana dengan rasa cinta yang kemarin begitu mendayu..haru biru ?" ^_^
"Berjanji setia, berkorban harga diri, dan yang ekstrim, mungkin aqidah bisa dikorbankan, hubungan anak dan orangtua bisa diputuskan ".
(melihat dari berbagai pengalaman hidup)
Benar adanya, pada Tausiyah Tuan Guru Zaini, bahwa "Ilmu sudah diangkat pada banyak rumah tangga, orang tua sudah tidak paham lagi dalam mendidik anak, mengawali dari niat pernikahan yang keliru, "nafsu" diselubungi dengan keindahan, yang dangkal,kosong pada akhirnya".
Sumber: Tausiyah Tuan Guru Zaini Abdul Ghani (Martapura)
dan Blog = http://www.djanganpakies.com/
maaf baru bisa mampirseperti biasa weekend males buka laptop :)
BalasHapus@Lidya: terimakasih mba, begitu santun...sampai minta maaf....sangat menghargai mba ^_^, walau dalam blogging tidak ada "kewajiban" untuk meminta maaf karena tidak blogwalking....
BalasHapus(saya juga minta maaf, jika dalam blogwalk ada komentar yg salah)
salam manis dari kopi panas yang segar dari Balikpapan
@Djangan Pakies: terimakasih habib, berharap sama untuk mendayung perahu idealism....bukan bermuluk-muluk cuma ingin hidup punya nilai....
BalasHapussalam damai dari Balikpapan
@Imtikhan: selamat pagi kawan ^_^ sama sukses juga untuk anda..........
BalasHapusmungkin terlalu diobral rasa cinta saat pra nikah mbak, jadi setelah nikah rasanya sudah hambar
BalasHapuspernikahan sekarang memang seolah menjadi gaya hidup, maksudnya hanya untuk "show" atau pameran saja, biar diliput media , ditunjukkan berapa besar dana yang dikeluarkan untuk pestanya, ehh kagak tahunya tiga bulan kemudian cerai
BalasHapusPernikahan yg harusnya menjadi sesuatu yg sakral, suci, dan indah. Sekarang mulai kehilangan maknanya.
BalasHapusSangat mudah minta cerai hanya karena hal yg sangat tidak layak untuk dipermasalahkan...
Kawin-cerai, MBA, selingkuh.. membuat saya kesal mendengar berita tentang itu semua.
Sering kita mendengar bahkan mengakui kebenarannya bahwa sesuatu tergantung niatnya. Maka jangan terlalu muluk berharap pernikahan akan bertemu kebahagiaan bila niatnya hanya untuk sekedar gaya-gayaan. Menikah termasuk ibadah, dan ibadah akan menjadi sah bila disertai dengan niat ( yang baik dan benar )
BalasHapus