Menjadi sahabat hati, sebagai pengembangan diri dalam mencari peluang untuk hidup semakin baik. Banyak orang yang kita kenal dan punya hubungan dengan kita, tapi sedikit saja yang bisa dijadikan sahabat. Dan sedikit sekali sahabat yang bisa berlaku tulus.
Merekalah yang bagi kita merupakan sandaran utama, setelah kemurahan dan pertolongan Allah kepada kita disaat menghadapi kesulitan, mengatasi rasa sakit dan menggapai apa yang kita cita-citakan.
"Manusia itu seperti kumpulan seratus ekor unta. Hampir tak ada yang layak untuk diajak berjalan jauh."
(Rasulullah SAW)
Sahabat hati sejati, mungkin tak lebih dari satu saja dari seratus orang sahabat kita.
Sahabat nomor satu adalah orang tempat kita mencurahkan keluh kesah dan masalah-masalah pribadi kita tanpa rasa risih. Kita juga merasa ia tak mungkin menyalahkan kita. Ia hanya akan merasa seperasaan dengan kita.
Seakan masalah kita adalah masalahnya. Orang yang bisa membuat terkejut karena berbuat untuk kita, tanpa sepengetahuan kecuali dirinya sendiri.
Sahabat sejati, yang berwujud walau mungkin didapat tetapi cukup sulit.
Menyiasati kondisi, mencari sahabat hati untuk diri, mengapa tidak mengakrabi hati sendiri.
Bukankah ia tidak mungkin membicarakan rahasia diri keorang lain? Kecuali jika diri berkehendak?
Apalagi jika pandai merawat maka disanalah tempat ma'rifat, dan segala bisa didapat.
Hati sebagai tampak depan rumah, maka jika bersih segala akan terlihat, ibarat berdiri didepan cermin.
Tetapi ia juga bisa labil, dimana iman yang terletak disana terikut dengan fluktuasinya.
Maka yang berperan menjaga adalah niat ruh dari pribadi, dengan berbalut syariat murni. Sebagai pondasi, menyerasikan dengan gerakan alam.
Coba lihat, alam pun masih mengikuti syariat (alam pun ber-agama). Dengan mengakrabi hati, bisa mengenal lebih dalam lagi. Sebagai landasan pola pikir, menindak lanjuti segala perilaku yang terlihat.
Gambar:http://usrahislamiyah.blogspot.com/2011/03/adadadad.html
Merekalah yang bagi kita merupakan sandaran utama, setelah kemurahan dan pertolongan Allah kepada kita disaat menghadapi kesulitan, mengatasi rasa sakit dan menggapai apa yang kita cita-citakan.
"Manusia itu seperti kumpulan seratus ekor unta. Hampir tak ada yang layak untuk diajak berjalan jauh."
(Rasulullah SAW)
Sahabat hati sejati, mungkin tak lebih dari satu saja dari seratus orang sahabat kita.
Sahabat nomor satu adalah orang tempat kita mencurahkan keluh kesah dan masalah-masalah pribadi kita tanpa rasa risih. Kita juga merasa ia tak mungkin menyalahkan kita. Ia hanya akan merasa seperasaan dengan kita.
Seakan masalah kita adalah masalahnya. Orang yang bisa membuat terkejut karena berbuat untuk kita, tanpa sepengetahuan kecuali dirinya sendiri.
***
Menyiasati kondisi, mencari sahabat hati untuk diri, mengapa tidak mengakrabi hati sendiri.
Bukankah ia tidak mungkin membicarakan rahasia diri keorang lain? Kecuali jika diri berkehendak?
Apalagi jika pandai merawat maka disanalah tempat ma'rifat, dan segala bisa didapat.
Hati sebagai tampak depan rumah, maka jika bersih segala akan terlihat, ibarat berdiri didepan cermin.
Tetapi ia juga bisa labil, dimana iman yang terletak disana terikut dengan fluktuasinya.
Maka yang berperan menjaga adalah niat ruh dari pribadi, dengan berbalut syariat murni. Sebagai pondasi, menyerasikan dengan gerakan alam.
Coba lihat, alam pun masih mengikuti syariat (alam pun ber-agama). Dengan mengakrabi hati, bisa mengenal lebih dalam lagi. Sebagai landasan pola pikir, menindak lanjuti segala perilaku yang terlihat.
Gambar:http://usrahislamiyah.blogspot.com/2011/03/adadadad.html
Tadinya aku pikir salah alamat. Kok blognya beda? Ternyata template baru yah?
BalasHapus@DewiFatma: sekedar tes aja mba ^__^
BalasHapus