Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Antara Natal-Tahun Baru

2014
Antara Natal-Tahun Baru Masehi.
Insan LS Mokoginta, seorang Kristolog menuturkan, bahwa tanggal 25 Desember sebenarnya bukanlah hari kelahiran Yesus. Ini merupakan taktik teologis orang-orang Kristen pada masa lalu agar agama Kristen diterima oleh orang-orang Romawi Kuno yang selalu memperingati hari kelahiran Dewa Matahari pada tanggal 25 Desember.

Beliau melanjutkan, sebenarnya kelahiran Yesus adalah tanggal 1 Januari, makanya dinamakan Tahun Masehi, mesiah atau Al Masih. Karena jarak yang tidak terpaut jauh antara 25 Desember dengan 1 Januari, maka ucapan itupun disandingkan. Karenanya, bagi umat Islam sangat fatal jika ikut-ikutan mengucapkan kedua hari raya itu.

Hal ini telah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Buya Hamka ketika menjabat ketua MUI. Beliau, lewat lembaga MUI memfatwakan haramnya mengucapkan perayaan Natal dan ikut merayakannya. Sehingga Presiden Soekarno meminta agar beliau mencabut fatwa itu, dengan dalih kemajemukan Bangsa Indonesia, demi menjaga kerukunan Umat beragama. Lantas apa yang dilakukan Allahuyarham Buya Hamka? Apakah beliau mencabut fatwa MUI? Tidak! Beliau memilih mengundurkan diri menjadi Ketua MUI ketimbang mencabut Fatwa haram mengucapkan Natal dan ikut merayakannya.
***
Kita sering mendengar ataupun melihat, para tokoh agama ikut berkumpul untuk merayakan Natalan bersama. Ironisnya, hal itu menjadi salahsatu ukuran frekuensi toleransi beragama. Jika alasannya untuk menjaga kerukunan umat beragama, kenapa hanya Natalan yang menjadi ukuran?

Jika kita telusuri kedalam teologi Kristiani, dalam internal mereka terjadi banyak sekte ataupun aliran. Uniknya, setiap Gereja merupakan sekte tersendiri bagi Gereja yang lainnya. Mereka saling hujat-menghujat, murtad-memurtadkan antara satu dengan yang lain.
Untuk meminimalisir konflik tersebut, dikalangan mereka diadakanlah acara “Natalan Bersama”. Meski berbeda sekte, diharapkan ketika momentum natalan bisa bersama-sama.

Banyak umat Kristiani ataupun para pemaham Liberal menyatakan, bahwa Umat Islam Indonesia tidak toleran. Benarkah?
Jika kita mau membandingkan dengan Negara yang selalu dijadikan kiblat HAM, yaitu Amerika. Maka jelas, kitalah umat yang paling toleran. Misalkan dalam penanggalan kalender. Di Indonesia, semua agama memiliki hak yang sama ketika mereka akan merayakan hari keagamaannya. Semua yang berhubungan dengan itu, dimerahkan dan diliburkan.

Sedangkan di Amerika, tidak ada satupun perayaan agama Non-Kristen yang mereka masukan ke dalam kalender untuk menjadi hari libur mereka. Bahkan di Indonesia yang mayoritas Muslim, ketika menjelang Natal dan Tahun Baru disetiap pusat pembelanjaan dan media-media elektronik menghiasinya dengan warna-warni aroma Natal dan Tahun Baru yang kental. Bagaimana di Amerika? Apakah ketika bulan Ramadhan dan menjelang ‘Idul Fitri itu terjadi?
***
Yang terpenting adalah perilaku dalam bermasyarakat (dan ini sudah terlihat pada sikap negara dalam menyikapi setiap perayaan agama-agama di Indonesia).
Jadi bagi umat kristiani, jika umat Islam tidak mengucapkan selamat hari raya Natal, jangan menganggap ini sikap tidak toleran.
Dalam lingkup yang terkecil, antar tetangga tetap saling tolong menolong, menghargai antar tetangga, menghargai sisi kemanusiaannya, tetapi tidak mencampuri sisi aqidahnya (catatan: tidak mengganggu kepentingan orang banyak).

Gambar:www.hdwallpapersinn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas