Belajar atau tidak mau belajar, tanpa sadar manusia juga terus belajar. Hanya wajah rasa ego "malu dikatakan lagi belajar" sering berperan, mendeskriminasikan hal itu.
Istri sedang memasak di dapur. Suami yang berada di sampingnya mengoceh tak berkesudahan, “Pelan sedikit, hati-hati! Apinya terlalu besar. Ikannya cepat dibalik, minyaknya terlalu banyak!”
Isterinya secara spontan menjawab, “Saya mengerti bagaimana cara memasak sayur.” Suaminya dengan tenang menjawab, “Saya hanya ingin dirimu mengerti bagaimana perasaan saya … saat saya sedang mengemudikan mobil, engkau yang berada disamping mengoceh tak ada hentinya.”
Belajar memberi kelonggaran kepada orang lain itu tidak sulit, asalkan Anda mau dengan serius berdiri di sudut dan pandangan orang lain dalam melihat suatu masalah.
Mendadak, dari arah dapur terdengar suara piring yang pecah, kemudian sunyi senyap.
Si putra memandang ke arah ayahnya dan berkata, “Pasti ibu yang memecahkan piring itu.” “Bagaimana kamu tahu?” kata si Ayah. “Karena tak terdengar suara dia memarahi orang lain,” sahut anaknya.
Kita semua sudah terbiasa menggunakan standar yang berbeda melihat orang lain dan memandang diri sendiri, sehingga acapkali kita menuntut orang lain dengan serius, tetapi memperlakukan diri sendiri dengan penuh toleran.
-Belajar memahami sesama-masih dalam anekdot
***
Berikut anekdot tentang rasa toleran / memahami antar sesama, yang digambarkan lewat kondisi hubungan suami-isteri dan anak.Istri sedang memasak di dapur. Suami yang berada di sampingnya mengoceh tak berkesudahan, “Pelan sedikit, hati-hati! Apinya terlalu besar. Ikannya cepat dibalik, minyaknya terlalu banyak!”
Isterinya secara spontan menjawab, “Saya mengerti bagaimana cara memasak sayur.” Suaminya dengan tenang menjawab, “Saya hanya ingin dirimu mengerti bagaimana perasaan saya … saat saya sedang mengemudikan mobil, engkau yang berada disamping mengoceh tak ada hentinya.”
Belajar memberi kelonggaran kepada orang lain itu tidak sulit, asalkan Anda mau dengan serius berdiri di sudut dan pandangan orang lain dalam melihat suatu masalah.
***
Setelah makan malam, seorang ibu dan putrinya bersama-sama mencuci mangkuk dan piring, sedangkan ayah dan putranya menonton TV di ruang tamu.Mendadak, dari arah dapur terdengar suara piring yang pecah, kemudian sunyi senyap.
Si putra memandang ke arah ayahnya dan berkata, “Pasti ibu yang memecahkan piring itu.” “Bagaimana kamu tahu?” kata si Ayah. “Karena tak terdengar suara dia memarahi orang lain,” sahut anaknya.
Kita semua sudah terbiasa menggunakan standar yang berbeda melihat orang lain dan memandang diri sendiri, sehingga acapkali kita menuntut orang lain dengan serius, tetapi memperlakukan diri sendiri dengan penuh toleran.
-Belajar memahami sesama-
.. Wha..ha..ha..ha..ha..ha..ha.. berarti kalo ibunya marah^,, yg pecahin anaknya donk? He..86x. tapi bener juga sich. Tapi kalo tentang menyetir itu,, emank rada kurang yakin aja kalo yg menyetir itu rada gak nyaman ..
BalasHapus^__^, sehat rupanya...trims mba....
Hapusiya tidak hanya di rumah, dikantor pun begitu jika si boss yg buat salah...ya hening....paling melengos dan mengalihkan ke topik atau masalah lain dsb.
jangan hanya mau dipahami tapi belajar memahami
BalasHapus^__^ iya bu, saya pun lagi belajar memahami
Hapus