Pengalaman sewaktu menjadi wali kelas di sebuah sekolah swasta di Balikpapan.
Saya menikmati sekali saat melakukan kunjungan ke rumah-rumah orangtua siswa. Kunjungan yang dilakukan karena ada permasalahan tentunya.
Dan saya tidak terlalu terkejut, ketika mendapati ada siswa yang berperan sebagai "orangtua" bagi keluarganya. Umumnya siswa berkelebihan tersebut datang dari rumah tangga satu orangtua (single parent), ibu sebagai kepala rumah tangga, dari kondisi ekonomi yang serba kekurangan (dari kasus sama, bisa saja ditemukan akar permasalahan yang berbeda). Ibu bertindak seperti layaknya Jaksa dan Hakim, dia menggunakan hukuman sekaligus memberikan pemgampunan.
Jika semua dimaafkan/diampuni, kehidupan kembali ke suasana sebelum kejadian buruk itu terjadi. Dan anak-anaknya akan menjadi terbiasa diberi tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan.
Anak menjadi tergantung pada pengarahan orangtuanya.
Ketergantungan anak yang bisa menjadi "patuh" atau malah sering melakukan pembangkangan. Dari sisi perkembangan usia anak, lambat laun ada keinginan untuk memberontak pada ketergantungannya.
Dan bagi guru sendiri menghadapi anak tersebut disekolah, sering mengalami kegagalan dalam memberikan masukan-masukan positif, karena anak sudah terlanjur matang pada kondisi yang kurang beruntung.
Keadaan yang menciptakan kebutuhan bagi mereka (siswa) untuk menjadi orangtua bagi keluarga.
Pada kondisi itu, jika si anak diberikan pertanyaan pilihan,lebih penting mana belajar atau mencari uang, tentu jawaban mereka mencari uang.
Dan konsekuensi logis dari memainkan peran orangtua pada usia muda adalah anak/siswa menjadi langganan kasus demi kasus dari formalitas belajar di sekolah.
Sumber: Pendapat pribadi
Gambar: http://matanews.com
(saya menikmati sekali, karena senang melakukan perjalanan pencarian dan tidak terlalu terkejut karena sering melihat kasus serupa)
Saya menikmati sekali saat melakukan kunjungan ke rumah-rumah orangtua siswa. Kunjungan yang dilakukan karena ada permasalahan tentunya.
Dan saya tidak terlalu terkejut, ketika mendapati ada siswa yang berperan sebagai "orangtua" bagi keluarganya. Umumnya siswa berkelebihan tersebut datang dari rumah tangga satu orangtua (single parent), ibu sebagai kepala rumah tangga, dari kondisi ekonomi yang serba kekurangan (dari kasus sama, bisa saja ditemukan akar permasalahan yang berbeda). Ibu bertindak seperti layaknya Jaksa dan Hakim, dia menggunakan hukuman sekaligus memberikan pemgampunan.
Jika semua dimaafkan/diampuni, kehidupan kembali ke suasana sebelum kejadian buruk itu terjadi. Dan anak-anaknya akan menjadi terbiasa diberi tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan.
Anak menjadi tergantung pada pengarahan orangtuanya.
Ketergantungan anak yang bisa menjadi "patuh" atau malah sering melakukan pembangkangan. Dari sisi perkembangan usia anak, lambat laun ada keinginan untuk memberontak pada ketergantungannya.
Dan bagi guru sendiri menghadapi anak tersebut disekolah, sering mengalami kegagalan dalam memberikan masukan-masukan positif, karena anak sudah terlanjur matang pada kondisi yang kurang beruntung.
Keadaan yang menciptakan kebutuhan bagi mereka (siswa) untuk menjadi orangtua bagi keluarga.
Pada kondisi itu, jika si anak diberikan pertanyaan pilihan,lebih penting mana belajar atau mencari uang, tentu jawaban mereka mencari uang.
Dan konsekuensi logis dari memainkan peran orangtua pada usia muda adalah anak/siswa menjadi langganan kasus demi kasus dari formalitas belajar di sekolah.
Sumber: Pendapat pribadi
Gambar: http://matanews.com
(saya menikmati sekali, karena senang melakukan perjalanan pencarian dan tidak terlalu terkejut karena sering melihat kasus serupa)
Wah saya dl jg milih kerja lho drpd kuliah. Ikut kategori mana saya pak hehe
BalasHapusSaya juga tidak kaget, Buk. Sering kali kita dapati di lapangan anak-anak yangseharusnya masih dalam usia belajar sudah terjun ke dunia kerja.
BalasHapusKesemuanya disebabkan oleh keterpaksaan yang terjadi
@Tarry KittyHolic: :) masuk pada kategori anak muda yang menjadi orangtua bertanggung jawab bagi diri sendiri dan bapak-ibunya...
BalasHapussalam mba dan terimakasih yoo sudah mau mengunjungi..
sayang sekali kalau ada siswa yang tidak bisa menikmati waktu kecilnya.. Tapi bisanya siswa yang seperti itu lebih mandiri
BalasHapusya..banyak kasus seperti ini di indonesia..solusinya tidaklah segampang membalikkan tangan..itu semua bergantung dari masing2 orangtuanya..
BalasHapusIbu aku juga guru, dan dari cerita ibu sangat banyak anak anak didiknya yang setelah lulus SD putus sekolah dan tidak mampu melanjutkan ke SMP. Miris banget lihatnya
BalasHapussemoga bisa saling membantu untuk pendidikan anak2 kita
BalasHapusmiris mendengar ceritanya,love,peace and gaul.
BalasHapuscontohnya sja ponakan sya kelas 5 SD sudh bisa dagang kecil2an...secara ekonomi orng tua ponakan sya sh cukup mapan..tp ga tau npa ya pengen dagang,,,mungkin turunan orang tuanya x... hihihihi
BalasHapuspendatang baru,salam kenal ya ! jangan lupa mampir balik ya
BalasHapusapa kabarnya sob?
BalasHapus@abd.muis: baik aja pak Muis...salam buat keluarga yooo :)
BalasHapusSeorang anak waktu nya bersekolah bukan mencari uang untuk kebutuhan RT dan kita sebagai orang tua harus berusaha semampu nya untuk melengkapi kebutuhan mereka...
BalasHapusdilema bagi anak, sekolah atau mencari uang, mungkin bila sudah lulus SMA bisa lebih memilih uang, karena sudah cukup umur
BalasHapuskalau belum lulus sma, sebaiknya fokus sekolah saja dulu
Nice Post :)
BalasHapussalam kenal,,.
mantapppp
BalasHapus