Apakah Wali itu ada?...Banyak yang bisa diperdebatkan dari masalah ini, tapi pada tulisan dibawah, kita bisa melihat pandangan ulama klasik,al-Hakim al-Tirmidzi tentang kewalian dalam tasawuf.
Menguak makna kewalian dalam Tasawuf, pandangan al-Hakim al-Tirmidzi.
Para Wali dipercayai sebagai orang keramat dan mempunyai derajat yang tinggi. Hal tersebut disebabkan antara lain,
pertama Wali mempunyai fungsi rangkap, seperti sebagai muballig atau guru, juga sebagai pemimpin masyarakat mendampingi pemerintah (raja).
Kedua, Wali memiliki pengaruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan elit penguasa.
Ketiga, para wali sangat dihormati masyarakat, bukan saja ketika mereka masih hidup, tetapi juga setelah mereka wafat. Hingga saat ini kuburan para wali tersebut merupakan tempat penting yang senantiasa diziarahi umat Islam.
Keempat, masyarakat memandang para wali memiliki kelebihan di dalam hal-hal yang gaib, termasuk di dalamnya kesaktian.
Menurut al-Hakim al-Tirmidzi, al-walayah (kewalian) adalah kedekatan hubungan seseorang dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya atas karunia-Nya. Al-walayah melahirkan relasi antara Allah dengan hamba dalam bentuk al-ri'ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cinta kasih), dan al-'inayah (pertolongan). Al-walayah merupakan makramah ilahiyyah (kemuliaan dari Allah) yang dianugerahkan kepada orang-orang tertentu yang menjadi pilihan-Nya.
Al-Hakim al-Tirmidzi membandingkan al-walayah (kewalian) dengan al-nubuwwah (kenabian). Menurutnya,"Esensi kenabian terletak pada kalam Allah, berupa wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada para nabi. Wahyu kenabian itu ditetapkan permulaannya dan ditetapkan pula penutupannya. Malaikat Jibril yang memulai menyampaikan wahyu kepada para nabi, dan Malaikat Jibril pula yang menutup penyampaian wahyu kepada mereka. Oleh sebab itu, pada umumnya para nabi menerima wahyu melalui Malaikat Jibril. Kenabian inilah yang wajib dibenarkan. Barangsiapa yang menolaknya, maka sungguh ia telah kufur;karena ia menolak firman Allah Swt.
Adapun kewalian diberikan kepada seseorang yang telah mendapat bimbingan Allah. Bimbingan itu terlaksana setelah terlebih dahulu Allah menghubungkan orang tersebut dengan diri-Nya, sehingga ia mendapat kesempatan menyimak pembicaraan Allah. Pembicaraan itu dari Allah berupa ungkapan yang benar disertai dengan kedamaian. Kemudian kedamaian itu disampaikan ke dalam kalbu seorang wali, maka ia menerimanya dan merasakan kedamaian tersebut.
Al-Hakim al-Tirmidzi, menegaskan bahwa al-nubuwwah atau kenabian ditandai dengan penerimaan wahyu dari Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, sedang al-walayah atau kewalian ditandai dengan al-hadits (pembicaraan dengan Allah) yang dirasakan oleh seorang wali yang menerimanya dengan penuh kedamaian. Keduanya, baik al-nubuwwah dan al-walayah berasal dari Allah. Hanya saja yang pertama wajib dibenarkan. Menolak yang pertama kufur, sedangkan menolak yang kedua tidak kufur.
Keduanya merupakan berita Ilahi dari langit. Yang pertama bersifat mutlak, sedang yang kedua bersifat nisbi. Sebab yang kedua (al-walayah) merupakan pengalaman kerohanian yang bersifat pribadi sehingga tidak dapat dijadikan dalil dalam beragama.
Gambar:http://www.fadhilza.com
Menguak makna kewalian dalam Tasawuf, pandangan al-Hakim al-Tirmidzi.
Para Wali dipercayai sebagai orang keramat dan mempunyai derajat yang tinggi. Hal tersebut disebabkan antara lain,
pertama Wali mempunyai fungsi rangkap, seperti sebagai muballig atau guru, juga sebagai pemimpin masyarakat mendampingi pemerintah (raja).
Kedua, Wali memiliki pengaruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan elit penguasa.
Ketiga, para wali sangat dihormati masyarakat, bukan saja ketika mereka masih hidup, tetapi juga setelah mereka wafat. Hingga saat ini kuburan para wali tersebut merupakan tempat penting yang senantiasa diziarahi umat Islam.
Keempat, masyarakat memandang para wali memiliki kelebihan di dalam hal-hal yang gaib, termasuk di dalamnya kesaktian.
Menurut al-Hakim al-Tirmidzi, al-walayah (kewalian) adalah kedekatan hubungan seseorang dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya atas karunia-Nya. Al-walayah melahirkan relasi antara Allah dengan hamba dalam bentuk al-ri'ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cinta kasih), dan al-'inayah (pertolongan). Al-walayah merupakan makramah ilahiyyah (kemuliaan dari Allah) yang dianugerahkan kepada orang-orang tertentu yang menjadi pilihan-Nya.
Al-Hakim al-Tirmidzi membandingkan al-walayah (kewalian) dengan al-nubuwwah (kenabian). Menurutnya,"Esensi kenabian terletak pada kalam Allah, berupa wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada para nabi. Wahyu kenabian itu ditetapkan permulaannya dan ditetapkan pula penutupannya. Malaikat Jibril yang memulai menyampaikan wahyu kepada para nabi, dan Malaikat Jibril pula yang menutup penyampaian wahyu kepada mereka. Oleh sebab itu, pada umumnya para nabi menerima wahyu melalui Malaikat Jibril. Kenabian inilah yang wajib dibenarkan. Barangsiapa yang menolaknya, maka sungguh ia telah kufur;karena ia menolak firman Allah Swt.
Adapun kewalian diberikan kepada seseorang yang telah mendapat bimbingan Allah. Bimbingan itu terlaksana setelah terlebih dahulu Allah menghubungkan orang tersebut dengan diri-Nya, sehingga ia mendapat kesempatan menyimak pembicaraan Allah. Pembicaraan itu dari Allah berupa ungkapan yang benar disertai dengan kedamaian. Kemudian kedamaian itu disampaikan ke dalam kalbu seorang wali, maka ia menerimanya dan merasakan kedamaian tersebut.
Al-Hakim al-Tirmidzi, menegaskan bahwa al-nubuwwah atau kenabian ditandai dengan penerimaan wahyu dari Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, sedang al-walayah atau kewalian ditandai dengan al-hadits (pembicaraan dengan Allah) yang dirasakan oleh seorang wali yang menerimanya dengan penuh kedamaian. Keduanya, baik al-nubuwwah dan al-walayah berasal dari Allah. Hanya saja yang pertama wajib dibenarkan. Menolak yang pertama kufur, sedangkan menolak yang kedua tidak kufur.
Keduanya merupakan berita Ilahi dari langit. Yang pertama bersifat mutlak, sedang yang kedua bersifat nisbi. Sebab yang kedua (al-walayah) merupakan pengalaman kerohanian yang bersifat pribadi sehingga tidak dapat dijadikan dalil dalam beragama.
Gambar:http://www.fadhilza.com
wali adalah orang yang mempunyai ilmu lebih sehingga dia layak dihormati...
BalasHapus:)
Kalo sekarang masih ada enggak ya wali yg benar-benar wali
BalasHapusOrang yang sudah sangat dekat dengan Sang Pencipta ya Sob :)
BalasHapus