Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Alhamdu lillahi rabbil 'alamin

alhamdu lillahi rabbil 'alamin
Alhamdu lillahi rabbil 'alamin

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Menurut qiraah Sab'ah, huruf dal dalam firmanNya, "alhamdulil-lahi," dibaca dammah, terdiri atas mubtada dan khabar.
Diriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah dan Ru-bah ibnul Ajjaj, keduanya membacanya menjadi alhamda lillahi dengan huruf dal yang di-fathah-kan karena menyimpan fi' il.

Ibnu Abu Ablah membacanya alhamdu lillah dengan huruf dal dan lam yang di-dammah-kan kedua-duanya karena yang kedua diikutkan
kepada huruf pertama dalam harakat. Ia mempunyai syawahid (bukti-bukti) yang menguatkan pendapatnya ini, tetapi dinilai syaz (menyendiri).


Diriwayatkan dari Al-Hasan dan Zaid ibnu Ali bahwa keduanya membacanya alhamdi lillahi dengan membaca kasrah huruf dal karena diseragamkan dengan harakat huruf sesudahnya.

Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa makna alhamdu lillah ialah "segala syukur hanyalah dipersembahkan kepada Allah semata, bukan kepada apa yang disembah selain-Nya dan bukan kepada semua apa yang diciptakan-Nya, sebagai imbalan dari apa yang telah Dia limpahkan kepada hamba-hambaNya berupa segala nikmat yang tak terhitung jumlahnya".
Tiada seorang pun yang dapat menghitung semua bilangannya selain Dia semata.
Nikmat itu antara lain adalah tersedianya semua sarana untuk taat kepada-Nya, kemampuan semua anggota tubuh yang ditugaskan untuk mengerjakan hal-hal yang difardukan oleh-Nya.

Selain itu Dia menggelarkan rezeki yang berlimpah di dunia ini buat hamba-Nya dan memberi mereka makan dari rezeki tersebut sebagai nikmat kehidupan buat mereka, padahal mereka tidak memilikinya.

Dia mengingatkan dan menyeru mereka agar semuanya itu dijadikan sebagai sarana buat mencapai kehidupan yang abadi di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal untuk selama-lamanya. Maka segala puji hanyalah bagi Tuhan kita atas semua itu sejak permulaan hingga akhir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa alhamdu lillah adalah pujian yang digunakan olch Allah untuk memuji diri-Nya sendiri, termasuk di dalam pengertiannya ialah Dia memerintahkan hamba-Nya untuk memanjatkan puji dan sanjungan kepada-Nya.
Seakan-akan Allah Subhanahu wa ta'ala bermaksud, "Katakanlah oleh kalian, 'Segala puji hanyalah bagi Allah'!"

Ibnu Jarir mengatakan, adakalanya dikatakan "sesungguhnya ucapan seseorang yang mengatakan alhamdu lillah merupakan pujian yang ditujukan kepada-Nya dengan menyebut asma-Nya yang terbaik dan sifat-Nya Yang Mahatinggi".

Sedangkan ucapan seseorang "segala syukur adalah milik Allah" merupakan pujian kepada-Nya atas nikmat dan limpahan rahmat-Nya.
Kemudian Ibnu Jarir mengemukakan bantahannya yang kesimpulannya adalah "semua ulama bahasa Arab menyamakan makna antara alhamdu dan asy-syukru (antara puji dan syukur)".

Pendapat ini dinukil pula oleh As-Sulami, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa puji dan syukur adalah sama pengertiannya, dari Ja'far As-Sadiq dan Ibnu Ata, dari kalangan ahlu tasawwuf.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ucapan "segala puji bagi Allah" merupakan kalimat yang diucapkan oleh semua orang yang bersyukur. Al-Qurtubi menyimpulkan dalil yang menyatakan kebenaran orang yang mengatakan bahwa kalimat al-hamdulillah adalah ungkapan syukur, dia nyatakan ini terhadap Ibnu Jarir.

Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Jarir masih perlu dipertimbangkan dengan alasan bahwa telah dikenal di kalangan mayoritas ulama muta-akhkhirin bahwa alhamdu adalah pujian dengan ucapan terhadap yang dipuji dengan menyebutkan sifat-sifat lazimah dan yang muta'addiyah bagi-Nya, sedangkan asy-syukru tidaklah diucapkan melainkan hanya atas sifat yang muta'addiyah saja.

Terakhir adakalanya diucapkan dengan lisan atau dalam hati atau melalui sikap dan perbuatan. sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam perkataan seorang penyair:
Nikmat paling berharga yang telah kalian peroleh dariku ada tiga macam, yaitu melalui kedua tanganku, lisanku, dan hatiku yang
tidak tampak ini.

Akan tetapi, mereka berselisih pendapat mengenai yang paling umum maknanya di antara keduanya, pujian ataukah syukur. Ada dua pendapat mengenainya.
Menurut penyelidikan, terbukti memang diantara keduanya terdapat pengertian khusus dan umum. Alhamdu lebih umum pengertiannya daripada asy-syukru, yakni bila dipandang dari segi pengejawantahannya.

Dikatakan demikian karena alhamdu ditujukan kepada sifat yang lazimah dan yang muta'addiyah. Engkau dapat mengatakan, "Aku puji keberaniannya," dan "Aku puji kedermawanannya," hanya saja pengertiannya lebih khusus karena hanya diungkapkan melalui ucapan.

Lain halnya dengan asy-syukru yang pengertiannya lebih umum bila dipandang dari segi pengejawantahannya (realisasinya) karena dapat diungkapkan dengan ucapan, perbuatan, dan niat, seperti yang telah dijelaskan tadi.

Asy-syukru dinilai lebih khusus karena hanya diungkapkan terhadap sifat muta'addiyah saja, tidak dapat dikatakan, "Aku mensyukuri
keberaniannya," atau "Aku mensyukuri kedermawanan dan kebajikannya kepadaku."
Demikianlah menurut catatan sebagian ulama muta-akhkhirin.

Abu Nasr Ismail ibnu Hammad Al-Jauhari mengatakan, pengertian alhamdu merupakan lawan kata dari azzam (celaan). Dikatakan hamditur rajula, alhamduhu hamdan wamahmadah (aku memuji lelaki itu dengan pujian yang setinggi-tingginya); bentuk fail-nya ialah
hamid, dan bentuk maful-nya ialah mahmud.

Lafaz tahmid mempunyai makna lebih kuat daripada alhamdu, sedangkan alhamdu lebih umum pengertiannya daripada asy-syukru.
Abu Nasr mengatakan sehubungan dengan makna asy-syukru, yaitu "sanjungan yang ditujukan kepada orang yang berbuat baik sebagai imbalan dari kebaikan yang telah diberikannya".

Dikatakan syakar-tuhu atau syakartu lahu artinya "aku berterima kasih kepadanya", tetapi yang memakai lam lebih fasih.
Sedangkan makna al-madah lebih umum daripada alhamdu, karena pengertian al-madah (pujian) dapat ditujukan kepada orang hidup, orang mati, juga terhadap benda mati, sebagaimana pujian terhadap makanan, tempat, dan lain sebagainya; dan al-madah dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebaikan, juga dapat ditujukan kepada sifat yang lazimah dan yang muta'addiyyah.
Dengan demikian, berarti al-madah lebih umum pengertiannya (dari-pada alhamdu).

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas