Siswa-Guru dan media jejaring sosial, diterjemahkan secara bebas dari judul asli "Student-Teacher Social Media Restrictions Get Mixed Reactions".
Pada jalinan pertemanan Siswa-Guru di Media jejaring Sosial mendapatkan Pembatasan; bahkan beberapa sekolah di distrik negara bagian Amerika telah melarang kontak sosial media antara siswa dan guru.
Dalam tradisi masa lalu mengenai hubungan siswa-guru, hanya terjadi saat memulai pelajaran (proses pembelajaran) dan berakhir di pintu kelas, dengan percakapan yang hanya berisi topik-topik seperti aritmatika, tata bahasa, atau sejarah dan materi pelajaran lainnya, jarang sekali menyelidiki latar belakang pribadi seorang siswa atau guru.
Sekarang, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (internet)lewat media jejaring sosial, guru dan siswa memiliki akses lebih besar pada masalah pribadi seseorang daripada era sebelumnya.
Dengan "follow" atau "friend confirmation", dua orang dapat memiliki akses kekehidupan-dari pribadi satu sama lain, dari foto untuk update status yang memberikan informasi lebih dalam mengenai masalah individu yang sebelumnya bersifat pribadi.
Sementara pendapat bahwa hubungan antara siswa dan guru pada jaringan seperti Facebook dan Twitter tidak berbahaya, tak sesuai dengan Carole Lieberman, seorang psikiater di Beverly Hills, California, yang percaya bahwa media jejaring sosial adalah salah satu penyebab ke perbuatan asusila atau tidak menyenangkan (dalam beberapa kasus).
"Setiap hubungan antar pribadi di luar kelas (guru-siswa) dapat menjadi pemicu untuk perilaku yang tidak pantas," kata Lieberman. "Ini ibarat seperti berada di sebuah bar sebagai tempat yang kondusif untuk bersosialisasi dan tidak berhubungan dengan sekolah (dunia pendidikan)"
Selain kecenderungan dari hubungan yang tidak tepat, beberapa ahli percaya bahwa mengembangkan pertemanan pada media jejaring sosial akan mencoreng otoritas guru di kelas. Iris Fanning, pakar konseling keluarga (20 tahun lebih berpengalaman untuk penanganan di sekolah distrik Albuquerque), mengatakan kekhawatiran utama muncul ketika siswa mulai melihat guru sebagai teman.
"Ketika saya (dahulu)masuk pendidikan, ada tembok yang jelas dan ada batas-antara siswa dan guru," kata Fanning. "Anda harus memiliki batas-batas itu, dan saya pikir kami telah sesuai pada masalah etis dengan guru kita. Sebagai pendidik, seharusnya menjadi mentor atau guru-tidak berteman dengan siswa."
Menanggapi beberapa potensi bahaya media jejaring sosial, beberapa sekolah sekarang mengambil langkah-langkah untuk membatasi hubungan antara siswa dan guru (diluar jam pelajaran sekolah). Di Toledo, Ohio, misalnya, beberapa sekolah telah menyarankan guru hanya boleh berkomunikasi dengan siswa melalui media sosial ketika topik berkaitan dengan materi/pelajaran di sekolah.
Sami Brown, seorang pejabat senior kementrian pendidikan, Ohio, mengatakan bahwa ia sedikit bingung tentang membatasi tindakan guru pada media sosial. "Saya pikir guru harus dibebaskan untuk berhubungan di Facebook dan Twitter karena saat ini, itulah cara kita berkomunikasi," kata Brown, "Tapi saya juga setuju bahwa mesti ada pengawasan pada guru untuk berjaga jangan sampai melewati batas,tetapi jangan dipotong sepenuhnya.."
Baru-baru ini, di Missouri, pemerintah merancang UU, melarang siswa dan guru melakukan kontak pada jaringan media sosial, terlepas dari isue pada berbagai kasus. RUU ini dibuat sebagai langkah proaktif untuk melindungi anak dari hubungan tidak pantas (pelecehan) dengan guru. Akibatnya, siswa dengan soal/materi terkait dengan tugas sekolah tidak akan dapat menghubungi guru mereka melalui Facebook atau Twitter-atau melalui media lain -untuk mendapatkan bantuan, jika RUU baru tersebut disahkan (mulai berlaku 28 Agustus 2011).
Childers Dave, Kepala ACEL Sekolah Tinggi Fresno di California, mengatakan hal yang menyedihkan melihat ada undang-undang yang membatasi kebebasan bagi guru untuk berhubungan dengan siswa melalui media jejaring sosial.
"Saya yakin bahwa (media jejaring sosial) adalah salah satu alat yang paling kuat yang kita miliki sebagai alternatif pendidikan," kata Childers. "Ini terlalu berlebihan, dan jadi langkah mundur di mana kita sekali lagi seperti pada kondisi kebingungan."
Menurut Childers, tindakan guru pada media sosial harus dinilai berdasarkan kasus per kasus, karena mayoritas pendidik di Missouri selalu menghadapi konsekuensi pada potensi kesalahan. Childers mengatakan bahwa media apa saja- baik didalam dan di luar media bidang sosial-dapat menjadi jalan untuk hubungan tidak pantas antara siswa dan guru. "Kita bisa saja mengatakan guru seharusnya tidak diperbolehkan untuk melatih olahraga atau masuk klub, karena ketika Anda melakukannya Anda memiliki kontak ekstra dan hubungan yang lebih kuat,"
RUU di Missouri sudah lama pembahasannya dalam hal potensi manfaat dan bahaya pada media sosial, kata Matt Gomez, seorang guru sekolah dasar di Dallas. Gomez percaya bahwa ada minoritas guru yang menyalahgunakan media sosial, dan kebijakan untuk melarang menggunakan media sosial antara siswa dan guru tidak akan menyingkirkan masalah.
Sebaliknya, ia mengatakan bahwa membatasi komunikasi ini menghambat kemampuan guru untuk belajar lebih banyak tentang siswa dalam membentuk sebuah ikatan. Sebagai orang tua, Gomez mengakui bahwa ia merasa nyaman dengan anak-anak dan guru-guru mereka menjadi teman di jaringan sosial dan, pada kenyataannya, dia menyambut hal itu. "Jika Anda orangtua, dan Anda merasa nyaman bahwa anak-anak Anda tahu aturan, media sosial adalah jalan besar bagi mereka untuk berkomunikasi dengan guru mereka," katanya. "Pada kenyataannya, kita harus mengajar, guru dan siswa bagaimana menggunakannya bersama-sama."
Apa pendapat Anda tentang siswa dan guru tentang media jejaring sosial? Bagi pengalaman anda pada kami
Sumber: Ryan Lytle (August 10, 2011)
http://education.usnews.rankingsandreviews.com/education/
Pada jalinan pertemanan Siswa-Guru di Media jejaring Sosial mendapatkan Pembatasan; bahkan beberapa sekolah di distrik negara bagian Amerika telah melarang kontak sosial media antara siswa dan guru.
Dalam tradisi masa lalu mengenai hubungan siswa-guru, hanya terjadi saat memulai pelajaran (proses pembelajaran) dan berakhir di pintu kelas, dengan percakapan yang hanya berisi topik-topik seperti aritmatika, tata bahasa, atau sejarah dan materi pelajaran lainnya, jarang sekali menyelidiki latar belakang pribadi seorang siswa atau guru.
Sekarang, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (internet)lewat media jejaring sosial, guru dan siswa memiliki akses lebih besar pada masalah pribadi seseorang daripada era sebelumnya.
Dengan "follow" atau "friend confirmation", dua orang dapat memiliki akses kekehidupan-dari pribadi satu sama lain, dari foto untuk update status yang memberikan informasi lebih dalam mengenai masalah individu yang sebelumnya bersifat pribadi.
Sementara pendapat bahwa hubungan antara siswa dan guru pada jaringan seperti Facebook dan Twitter tidak berbahaya, tak sesuai dengan Carole Lieberman, seorang psikiater di Beverly Hills, California, yang percaya bahwa media jejaring sosial adalah salah satu penyebab ke perbuatan asusila atau tidak menyenangkan (dalam beberapa kasus).
"Setiap hubungan antar pribadi di luar kelas (guru-siswa) dapat menjadi pemicu untuk perilaku yang tidak pantas," kata Lieberman. "Ini ibarat seperti berada di sebuah bar sebagai tempat yang kondusif untuk bersosialisasi dan tidak berhubungan dengan sekolah (dunia pendidikan)"
Selain kecenderungan dari hubungan yang tidak tepat, beberapa ahli percaya bahwa mengembangkan pertemanan pada media jejaring sosial akan mencoreng otoritas guru di kelas. Iris Fanning, pakar konseling keluarga (20 tahun lebih berpengalaman untuk penanganan di sekolah distrik Albuquerque), mengatakan kekhawatiran utama muncul ketika siswa mulai melihat guru sebagai teman.
"Ketika saya (dahulu)masuk pendidikan, ada tembok yang jelas dan ada batas-antara siswa dan guru," kata Fanning. "Anda harus memiliki batas-batas itu, dan saya pikir kami telah sesuai pada masalah etis dengan guru kita. Sebagai pendidik, seharusnya menjadi mentor atau guru-tidak berteman dengan siswa."
Menanggapi beberapa potensi bahaya media jejaring sosial, beberapa sekolah sekarang mengambil langkah-langkah untuk membatasi hubungan antara siswa dan guru (diluar jam pelajaran sekolah). Di Toledo, Ohio, misalnya, beberapa sekolah telah menyarankan guru hanya boleh berkomunikasi dengan siswa melalui media sosial ketika topik berkaitan dengan materi/pelajaran di sekolah.
Sami Brown, seorang pejabat senior kementrian pendidikan, Ohio, mengatakan bahwa ia sedikit bingung tentang membatasi tindakan guru pada media sosial. "Saya pikir guru harus dibebaskan untuk berhubungan di Facebook dan Twitter karena saat ini, itulah cara kita berkomunikasi," kata Brown, "Tapi saya juga setuju bahwa mesti ada pengawasan pada guru untuk berjaga jangan sampai melewati batas,tetapi jangan dipotong sepenuhnya.."
Baru-baru ini, di Missouri, pemerintah merancang UU, melarang siswa dan guru melakukan kontak pada jaringan media sosial, terlepas dari isue pada berbagai kasus. RUU ini dibuat sebagai langkah proaktif untuk melindungi anak dari hubungan tidak pantas (pelecehan) dengan guru. Akibatnya, siswa dengan soal/materi terkait dengan tugas sekolah tidak akan dapat menghubungi guru mereka melalui Facebook atau Twitter-atau melalui media lain -untuk mendapatkan bantuan, jika RUU baru tersebut disahkan (mulai berlaku 28 Agustus 2011).
Childers Dave, Kepala ACEL Sekolah Tinggi Fresno di California, mengatakan hal yang menyedihkan melihat ada undang-undang yang membatasi kebebasan bagi guru untuk berhubungan dengan siswa melalui media jejaring sosial.
"Saya yakin bahwa (media jejaring sosial) adalah salah satu alat yang paling kuat yang kita miliki sebagai alternatif pendidikan," kata Childers. "Ini terlalu berlebihan, dan jadi langkah mundur di mana kita sekali lagi seperti pada kondisi kebingungan."
Menurut Childers, tindakan guru pada media sosial harus dinilai berdasarkan kasus per kasus, karena mayoritas pendidik di Missouri selalu menghadapi konsekuensi pada potensi kesalahan. Childers mengatakan bahwa media apa saja- baik didalam dan di luar media bidang sosial-dapat menjadi jalan untuk hubungan tidak pantas antara siswa dan guru. "Kita bisa saja mengatakan guru seharusnya tidak diperbolehkan untuk melatih olahraga atau masuk klub, karena ketika Anda melakukannya Anda memiliki kontak ekstra dan hubungan yang lebih kuat,"
RUU di Missouri sudah lama pembahasannya dalam hal potensi manfaat dan bahaya pada media sosial, kata Matt Gomez, seorang guru sekolah dasar di Dallas. Gomez percaya bahwa ada minoritas guru yang menyalahgunakan media sosial, dan kebijakan untuk melarang menggunakan media sosial antara siswa dan guru tidak akan menyingkirkan masalah.
Sebaliknya, ia mengatakan bahwa membatasi komunikasi ini menghambat kemampuan guru untuk belajar lebih banyak tentang siswa dalam membentuk sebuah ikatan. Sebagai orang tua, Gomez mengakui bahwa ia merasa nyaman dengan anak-anak dan guru-guru mereka menjadi teman di jaringan sosial dan, pada kenyataannya, dia menyambut hal itu. "Jika Anda orangtua, dan Anda merasa nyaman bahwa anak-anak Anda tahu aturan, media sosial adalah jalan besar bagi mereka untuk berkomunikasi dengan guru mereka," katanya. "Pada kenyataannya, kita harus mengajar, guru dan siswa bagaimana menggunakannya bersama-sama."
Apa pendapat Anda tentang siswa dan guru tentang media jejaring sosial? Bagi pengalaman anda pada kami
Sumber: Ryan Lytle (August 10, 2011)
http://education.usnews.rankingsandreviews.com/education/
Seorang guru seharusnya perlu juga melakukan berbagai langkah untuk mengenal pribadi masing2 anak didiknya. Mungkin salah satunya dengan jejaring sosial.
BalasHapusAsal saja sang Guru mampu menempatkan diri dan menggunakan akunnya secara bijak.
ada plus minus ya interaksi guru dan siswa di jejaring. saya berteman dgn guru anak di jejaring, kadang2 melihat sesuatu yg tidak pantas mereka tulis seharusnya bisa menjaga image juga, apalagi pernah melihat update statua dijam belajar. itu sih pendapat saya pribadi entah orang lain bagaimana
BalasHapusTambah canggih tambah aneh2 jg masalahnya ya Pak guru he he... Menurut saya selama msh proporsional mgkn gpp ya :)
BalasHapusPenggunaan secara bijak aja mungkin ya gan.Batasi ngobrol yang kurang manfaat di dalamnya.
BalasHapusMau tahu peluang bisnis di masa depan.Chek TKP gan
Selama positifnya lebih besar saya kira tidak apa'' kang,. kecanggihan technology memang di peruntukkan untuk mengakses lebih tentang semuanya.
BalasHapusada pihak sekolah yang mewajibkan seluruh siswanya yg memiliki akun pesbuk.. seperti sekarang ini seorang guru memberikan tugas dalam bentuk apapun melalui media jejaring sosial ada juga yg sebaliknya ternyata..
BalasHapustapi secara keseluruhan.. teknologi itu memang di gunakan untuk memberi kemudahan bagi penggunanya kan kang?!?!
@alamendah:berawal dari kasus (di negara bagian Amerika)tentang pelecehan guru pada siswanya, ..bagaimana diIndonesia ?...cukup banyak juga kasus serupa. alhasil sekarang banyak membuat orang berhati-hati dalam menyikapi, mungkin bijaknya jangan terlalu apriori terhadap teknologi.
BalasHapus@Lidya - Mama Pascal: iya bu, baik itu guru atau profesi lain, mesti proporsional dalam bersikap dan bertindak.
BalasHapus@Orin: iya bu Orin, mesti proporsional :)
BalasHapus@Bisnis Online Blogyep, memang begitu...secara bijak saja. jadi mundur dong, kalau serba dilarang.....padahal semua teknologi atau apapun pasti ada sisi negatif-nya...
BalasHapus@Art Bloggeriya mas, membaca dari artikel diatas, tidak menjamin kalau negara besar dan maju, dapat bijak dalam menangani masalah-masalah seperti tersebut.
BalasHapuskurang lebih sama saja, merancang UU atau apapun...sekiranya lebih dipertimbangkan lagi, jangan sampai aturan yg dibuat akhirnya menjadi tiada bergune hehehe :D
@Belajar Photoshop: berkaca dengan negara maju, bagaimana dengan kita? (indonesia)...
BalasHapuskasus serupa kerap terjadi...
absen, menurut gue, utuk mensiasati kemungkinan2 yg nggak di inginkan dl hal ini interaksi guru dan siswa adalah membuat suatu grup / komunitas yg memang membahas tentang tema yg sdh di sepakati, jd utk kemungkinan2 yg nggak di inginkan itu kecil. ini menurut gue ya O_O
BalasHapusmenurut pakde sah-sah saja guru-siswa berkomunikasi leeat media sosial, asal dilakukan denan bijak, sehingga tidak kebablasan, tetap menjaga "tatakrama" dan "unggah-ungguh" atara siswa dan guru
BalasHapusMemang kudu pandai2 menempatkan diri sich
BalasHapusGuru khan hrs dihormati tp di jejaring sosial guyonan murid ama guru seperti hal yg biasa :)
guru kan hanya ketika kita menimba ilmu dgn dia ... tp kalo di luar bisa sebagai teman,,, ato bahkan sebagai kk ...
BalasHapushehehee
Kalau berhubungan sewajarnya, saya rasa kenapa nggak? Masak hubungan murid-guru cuma boleh didalam kelas? Trus diluar kelas kayak orang asing?
BalasHapusPertemanan antara guru dan siswa menurut saya wajar dan sah-sah saja tetapi harus tetap ada batasan sehingga siswa tetap menganggap guru sebagai gurunya tidak selayaknya teman yang lain. Caranya? guru harus bisa membatasi obrolan - obrolan yang hanya terkesan basa basi dan tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Dengan demikian STATUS pertemanan guru dan siswa di FC tidak akan bermasalah. (saya rasa).
BalasHapus