Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Jawab Ngawur, Nilai UKG Tinggi

SAMARINDA - Jebloknya hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), termasuk di Kaltim, memunculkan keprihatinan bersama. Namun, ada juga cerita bahagia, terutama dari mereka yang mendapatkan hasil bagus.

Pengajar dari Tarakan, Endah Sulastriningsih, berhasil lulus UKG dengan nilai 70, dengan nilai profesional 58 dan pedagogik 12. Endah, yang juga Kepala SMP 5 Tarakan ini, mengaku tidak punya persiapan khusus.

“Saya cuma pelajari soal ujian nasional tahun ini, dan coba menguasai itu. Meski tidak semua keluar, namun ada beberapa yang muncul, dan saya bersyukur,” ujar dia saat dihubungi Kaltim Post, Jumat (10/8). “Selain belajar saya juga coba buka contoh kisi-kisi soal UKG,” sambung Endah.

Meski lulus dengan nilai di atas rata-rata, bukan berarti Endah tak menemui kendala. Justru ia sempat terhambat saat registrasi, lantaran semua universitas tidak ter-cover di dunia online. “Saya ‘kan ambil Strata 1 di Universitas Terbuka. Nah waktu registrasi enggak muncul, agak lama sampai akhirnya berhasil, terpaksa saya isi sembarang aja,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, lanjut Endah, meski koneksi dengan sistem online tidak bermasalah, namun ada beberapa soal yang terpaksa diisi dengan “untung-untungan”. Ini lantaran pada soal bergambar dan angka itu tidak ter-download seluruhnya, “Pada options jawaban juga ada yang hanya muncul tanda seru. Jadi sekitar 5-6 soal saya jawab ngawur,” seloroh dia.

Priyo Sutopo, guru kimia di SMA 5 Balikpapan, juga bisa tersenyum. Belajar dari kisi-kisi online soal UKG dan lebih menekankan pada kemampuan pedagogik, ia berhasil menjawab 75 dari 100 soal saat UKG.

Tak jauh beda dengan Endah, soal yang dihadapi Priyo beberapa di antaranya tidak memiliki gambar, simbol, dan grafik.

“Saya rasa UKG ada bagusnya, dapat digunakan untuk pemetaan kemampuan pedagogik dan profesionalisme guru. Sayangnya, persiapan pemerintah sepertinya belum matang. Terbukti soal belum divalidasi. Masih banyak kendala di soal tiap mata pelajaran. Misal, beberapa soal tidak ada pilihannya,” ucap pria yang biasa disapa Pri ini.

Secara umum, rendahnya nilai UKG di Kaltim bagi Dewan Pendidikan Kaltim, patut menjadi evaluasi bersama. “Untuk mendapatkan sertifikasi selama ini hanya berdasarkan portofolio. Ibarat Ujian Nasional (UN), UKG ini cara untuk mengetahui apakah guru sudah memenuhi standar yang sudah ditetapkan. Sesuai tidak dengan Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), ” ucap Bohari Yusuf, ketua Dewan Pendidikan Kaltim, Kamis (9/8).

Kata Bohari, tanpa uji kompetensi pun, semua standar itu sebenarnya sudah ada. Mulai dari kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesionalisme. Dengan ujian tersebut, bisa diketahui kelemahan dan kekurangan guru.

“Kalau lemah, ya, akui lemah. Sehingga menjadi bahan (evaluasi) untuk program di tahun selanjutnya. Saya berpikir positif dalam hal ini. Kalau bisa Kaltim adakan diskusi publik. Undang elemen masyarakat, unsur pendidikan termasuk guru, pemerintah dan swasta,” tuturnya.

Ia meyakinkan jika nilai UKG rendah tidak hanya terjadi di Kaltim. Melainkan, fenomena nasional. Namun, Kaltim harus mengambil langkah lebih dulu. Yakni, mengantisipasi dan jangan hanya menunggu program dari pusat.

“Hasil UKG yang dilakukan Kaltim sejak dua tahun terakhir ini sudah memperlihatkan hal itu (nilai UKG guru rendah, Red). Bahkan guru yang mengikuti semua merupakan lulusan dari FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dan IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan),” tambah Bohari.

BERPIKIR POSITIF
Menurut Kasi Sistem dan Informasi Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Samarinda, Andi Sadikin, hasil UKG merupakan bahan masukan bagaimana menata ulang agar mendapat cetakan guru yang lebih baik. “Memang semua hal baru tidak begitu saja dengan mudah diterima. Perlu adaptasi terlebih dahulu, positive thinking saja-lah,” tuturnya.

Meski, tak bisa dimungkiri pula, jika UKG dimaksudkan untuk peta penguasaan guru, sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian program pembinaan dan pengembangan profesi.

“Bisa ya, dan bisa tidak. ‘Iya’ karena merupakan pemetaan di mana output UKG difokuskan kepada identifikasi kelemahan guru dalam penguasaan kompetensi pedagogik dan profesional, tentu saja hasil yang buruk tidak akan dibiarkan. Sedangkan ‘tidak’ karena ini sebagai proyek pemerintah,” terang Sadikin lagi.

Selain itu, jebloknya nilai UKG tidak serta-merta menjadi justifikasi bahwa guru-lah yang paling salah. Menurut Sadikin, banyak faktor yang menyebabkan nilai anjlok. Meski tidak seluruhnya, namun diakui pengajar dengan basis non-keguruan memang merupakan salah satu penyebab.

“Guru yang tidak sekolah keguruan juga tidak semestinya disalahkan. Meski memang ada dari mereka yang tidak lulus karena tidak memiliki basis keguruan. Namun, mereka tidak serta-merta bisa langsung mengajar, harus menempuh pendidikan lagi selama tiga tahun untuk penguasaan kemampuan pedagogiknya,” kunci Sadikin
Sumber:KaltimPost.co.id

13 komentar:

  1. memang tidak sepeunuhnya salah guru dong pak, itusemua saling berkaitan antara guru dan yanglainnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ^__^ bu...tidak menyalahkan guru malah, cuma ada masukan buat pemerintah..kalau buat "acara" jangan terburu dan gesa...serba dadakan begini.

      Hapus
  2. guru aja jawabnya ngawur
    gimana cara muridnya kencing ya..?
    hehehe pisss

    BalasHapus
  3. Sebelumnya sempet batak karena jaringannya down ya sob. Persiapan panitianya kurang matang kayaknya :)

    BalasHapus
  4. waaahh itu sih sesuatu kayak nya... :D

    BalasHapus
  5. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    Pikiran yang positiv dan tindakan yang positiv akan membawamu pada hasil yang positiv.,.
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    BalasHapus
  6. Harusnya kedepan dihitung juga persentase murid yang berprestasi di bawah guru tersebut untuk dihitung juga.

    BalasHapus
  7. Jawaban ngawur nilai tinggi........... hahahaha.... NASIIIB

    BalasHapus
  8. soalnya ga keluar seluruhnya jadi bukan salah guru kalau jawabnya ngawur :D

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. hahahahaha ^__^ tidak mas anonim..jangan kan lulus..wong bersertifikat aja belum, tapi boleh saja kan kita mengikuti perkembangan mengenai masalah diatas, itupun diambil dari sumber yang jelas...thanks

      Hapus
  10. Saya sangat tertarik dengan hasil UKG, kalau boleh saya katakan siapa yang salah dan siapa yang benar, maka sangatlah sulit menyimpulkan "dua kata" tersebut. Yang jelas pemerintahlah yang kurang mengerti kondisi pendidikan yang ada di Indonesia, kenapa saya katakan Pemerintah yang kurang mengerti, coba saja kita lihat pada UU Pendidikan kita kalau tidak keliru disalah satu pasal menyebutkan bahwa Kelulusan Berdasarkan Nilai, nah disinilah letak kesalahannya. Sejak dini anak didik kita ditekankan bahwa kalau kalian mau lulus, maka nilainya harus memenuhi syarat yang ditetapkan, akhirnya apa yang terjadi segala penjuru berpaokan pada satu kata yaitu "NILAI", baik guru,kepala sekolah, Diknas apalagi siswa, dikepalanya selalu nilai dan nilai. Semua selalu dihantui nilai. Sampai - sampai UKG pun dasarnya melihatnya adalah nilai.
    Lalu dalam hal ini siapa yang "LATAH" Pemerintahkah, UU Pendidikankah, DPRkah atau Kita Semua Yang Salah. Wah gawat ...kalau boleh saya sedikit usul pembuka simpul.
    Seorang Guru Propesional adalah guru yang mengajar sesuai bidang studi keahliannya, pertanyaanya adalah "Benarkah Guru Itu Ahli Dalam Bidangnya ?" Kalau dikatakan ahli, pertanyaan berikutnya muncul sudah berapa lama guru itu ahli dalam bidangnya ?, Apa ukuran seorang guru ahli dalam bidangnya, bagaimana mengukurnya dan masih banyak lagi pertanyaan - pertanyaan yang mungkin dapat membuka simpul kebuntuan.
    Kalau kita lihat kembali sejarah seorang guru, untuk melahirkan seorang guru Matematika misalnya, dari seorang guru yang mulai belajar di TK 1 atau 2 tahun, SD 6 Tahun, SMP 3 Tahun, SMA 3 Tahun total 13 tahun seseorang belajar secara umum dengan lebih dari 12 matapelajaran yang dia pelajari. Misal, Kemudian dia kuliah dengan jurusan keguruan Bidang Studi Matematika selama 4 tahun. Pertanyaannya adalah apakah selama 4 tahun kuliah seorang calon guru sudah bisa dikatakan " Guru Profesional ?" dan lain sebagainya. Lalu simpul apa yang kita dapatkan dari hal tersebut di atas ?, simpulnya adalah " METHODOLOGY PENDIDIKAN KITA KUTANG TEPAT ", tidak adanya polah pencarian bakat dari sejak Sekolah Pendidikan Dasar, seharusnya sejak Tingkat SMP sudah terlihat bakat dan keahlian anak - anak didik, sehingga dapat diarahkan kemana nantinya pendidikan yang disiapkan untuk Anak tersebut. Misal jika anak - anak terlihat menonjol pada bidang Matematika, maka Sejak SMP dia hanya mempelajari Bidang Studi yang berhubungan dengan matematika saja sampai dia Selesai Perguruan Tinggi, kalau itu terjadi sudah bisa kita bayangkan bagaimana ahlinya orang - orang Indonesia ?. Itu kalau kita mau Guru dan Pemuda kita Profesional dibidangnya, tetapi kalau kita mau Guru dan Penerus Bangsa ini Profesioal dan berkarakter, maka Pelajaran Palsapah Bangsa dan Religius tidak bisa kita tinggalkan.
    Ayo kita sedikit merenung...apakah pola pendidikan kita ini sudah benar ?, mengapa kita takut untuk merombak pola pendidikan yang bersifat umu menjadi Spesialis dan profesional. Apakah karena sistem pendidikan kita ini sudah dianggap " proyek " oleh orang - orang yang " berkepentingan " sehingga ada orang - orang tertentu yang takut kehilangan proyek tersebut ? Jawabannya ada pada diri kita masing - masing.


    Arbain

    Seorang anak bangsa yang sedih melihat negara ini

    BalasHapus
  11. semoga sitem pendidikan kita bisa terus diperbaiki

    BalasHapus

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas