Cari Artikel di blog Media Belajar Siswa

Loading
Untuk mencari artikel cukup ketikan kata kunci dan klik tombol CARI dengan mouse -Jangan tekan ENTER.

Sekolah bukan penjara

Iya memang sekolah bukan penjara, tetapi lembaga terhormat untuk pendidikan, membina, membimbing anak-anak menjadi sesuai potensi yang mereka miliki.

"Mengeluarkan siswa dari sekolah karena kenakalannya tidak hanya melanggar hak anak mendapat pendidikan tapi juga bukan sanksi yang tepat.
Hukuman itu hanya memindahkan kenakalan sang siswa dari satu sekolah ke sekolah lain tatkala mereka dipecat.
Munculnya kenakalan para siswa justru menumbuhkan pertanyaan sejauh mana kemampuan sekolah itu mendidik murid-muridnya.
Dua pekan lalu Sekolah Menengah Atas Negeri Jakarta mengeluarkan siswanya setelah mereka membajak bus rute Blok M-Pondok Labu untuk dipakai menyerbu"

Tulisan diapit tanda kutip diatas kutipan dari berita koran online: koran.tempo.co.
Bukan menyoroti peran sekolah dalam mendidik, dimana nanti akan keluar permasalahan sejauh mana kompetensi dan kemampuan warga sekolah dalam menjalankan peran pendidik/mendidiknya.
Bukan,…bukan itu.
Karena pengupasannya dapat menjadi rentetan panjang mulai dari sekolah sebagai lembaga pendidikan hingga pemerintah yang berwenang dalam mewadahi bidang pendidikan ditambah pemerataan, perhatian, keadilan dalam dana dan sumber daya yang disalurkan berikut ketersediaannya. Yang memang banyak tidak seimbang??

Dan juga saya tidak punya data yang akurat dalam menyikapi kondisi lembaga sekolah dan pemerintah dalam kaitannya pemerataan pendidikan disegala aspek sumber daya.
Sehingga, tulisan ini hanya mencoba menelaah mengenai masalah pemberian ganjaran dan hukuman dalam pendidikan.
Pemahaman mengenai ganjaran dan hukuman dapat disimak:

Dalam kamus bahasa Inggris discipline itu berasal dari kata disciple, yang artinya “ketertiban”
Elizabeth mengartikan disiplin ialah seseorang yang belajar atau dengan sukarela mengikuti seseorang pemimpin (orang tua dan guru), sedangkan anak adalah murid yang belajar untuk mencapai hidup yang berguna dan bahagia. Dengan demikian discipline adalah cara masyarakat mendidik anak sebagai tingkah laku moral yang disetujui oleh suatu kelompok.

Sebaliknya, hukuman dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara umum disepakati bahwa hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau yang jelek.

Pada dasarnya metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar.

Berkaitan dengan konsep ganjaran dan hukuman, sebagaimana perkatan Tuhan Subhanahuwata’ala:
alZalzalah-7
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat(balasan)nya
alZalzalah-8
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula
(Al Zalzalah(99):7-8)

Dengan menyimak ayat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa balasan yang pertama adalah apa yang dikenal dengan istilah ganjaran (reward), sedangkan balasan yang ke dua adalah hukuman (punishment), di mana ayat ini juga menjelaskan bahwa ganjaran dan hukuman merupakan pedoman dari Allah SubhanahuWaTa'ala, dan Islam mengakui hal tersebut sebagai salah satu hukum yang berlaku dalam kehidupan manusia atau masyarakat.

Ganjaran di dalam al-Qur’an biasanya disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, di antaranya ada yang mempergunakan lafadz ajr dan tsawab, seperti dalam surat al-Baqarah: 62.
alBaqarah-62
alAnkabut-58 dan alBayyinah-8

Dafid. L Sills mendefinisikan ganjaran ialah: “reward is one of educations tools with given to the pupil as apprecation toward accomplis ment was he reached”.
Ganjaran ialah salah satu alat pendidikan yang diberikan pada murid sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya.
Sedangkan al-Ghazali mengartikan ganjaran ialah:
“Sewaktu-waktu anak telah nyata budi pekerti yang baik dan perbuatan yang terpuji, maka seyogyanya ia dihargai dan dibalas dengan sesuatu yang menggembirakan dan dipuji di depan orang banyak (diberi hadiah)”.

Yang perlu diingat dan digaris bawahi ganjaran identik dengan tujuan baik, sedang suap lebih identik dengan tujuan jelek. Meskipun beberapa studi menunjukkan, bahwa untuk meningkatkan motivasi, pemberian ganjaran lebih efektif dibanding dengan cara lainnya; memberi sanksi, mengomeli, memarahi dan lain sebagainya, tetapi sebagian orang tua kurang setuju dengan hal itu.
Dikhawatirkan anak terlalu mengharapkan ganjaran yang akan diberikan, sehingga hanya bekerja bila ada hadiah. Memang inilah yang menjadi tantangan bagi para pendidik atau orang tua, oleh karena itu diusahakan bagaimana caranya supaya dapat menghilangkan pemberian hadiah tidak sesering mungkin terutama dalam bentuk materi, berikan hadiah sewajarnya dan jangan terlalu berlebihan.

Dari penjelasan tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud ganjaran ialah suatu pemberian yang diberikan anak didik karena anak telah melakukan kebaikan dan juga merupakan pembinaan yang dipandang sebagai proses sosial dapat melahirkan anak yang berwatak sosial, yang dapat meraih watak kemanusiaannya yang memiliki bekal nilai-nilai dan yang mematuhi perintah serta larangan moral dan sosial yang merupakan syarat bagi tercapainya kehidupan anak yang baik dan stabil.

(Bersambung)
Sekolah bukan penjara sebagai bagian refleksi diri sebagai pendidik, pelaku, personal.

4 komentar:

  1. dengan di keluarkan dari sekolah, apakah akan menjadi lebih baik untuk si anak itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bu menjadi tidak baik jika anak menjadi pingpong, tetapi bukan juga beban hanya untuk sekolah atau orangtuanya.
      masalah klasik dari rentetan panjang masalah pendidikan.

      Hapus
  2. Mungkin perlu sekolah khusus anak-anak bermasalah ("nakal"?)
    Karena jika tetap disatukan dengan anak-anak normal, mereka bisa mengganggu dalam proses belajar-mengajar mau pun kehidupan bersosialisasi.

    Kalau saya sih yakin bahwa ada anak2 yang "unik" dan memerlukan perhatian & penanganan yg berbeda. Untuk itu perlu sekolah dengan spesialisasi yang menampung anak2 dengan keunikan yang tidak dapat ditangani oleh sekolah biasa.

    Eh, saya kok sok tahu ya? Xixixi..

    salam hangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang begitu mas Dewo, diperlukan "perlakuan khusus" untuk anak-anak yang "unik" itu. Mungkin tetap disekolah yang sama, hanya sekolah perlu membuat "program baru" dan kelengkapannya untuk menanganinya.

      Salam hangat juga !

      Hapus

(Terima kasih sudah mau berkunjung ke Blog Arya-Devi sudut kelas media belajar siswa)
Komentar Anda sebagai masukan berharga dan juga sebagai jalinan interaksi antar pengguna internet yang sehat. Dan jika berkenan mohon dukungannya dengan meng-klik tombol G+.

Jika berkenan dengan artikel di Blog ini,Mohon dukungan dengan klik G+ di Aryadevi Sudut Kelas